Kamis, 09 April 2015

Peran MNC dan Negara dalam Ekonomi Politik Internasional



ultinational Corporation (MNC) telah menjadi pembahasan yang penting di era globalisasi saat ini. Signifikansi peranannya dalam pasar dapat dikatakan telah melampaui negara. Dalam beberapa situasi bahkan MNC dapat mempengaruhi kebijakan negara agar kepentingannya dapat tercapai. Dalam paper ini akan dibahas mengenai sejauh mana peran MNC dalam ekonomi politik internasional berdarkan dari artikel Robert Gilpin “The State and The Multinationals” dalam Global Political Economy (2001).
Sebelum membahas lebih jauh mengenai MNC maka perlu diketahui pengertian MNC itu sendiri. Gilpin (2001) secara sederhana mengartikan bahwa MNC adalah “a firm of a particular nationality with partially or wholly owned subsidiaries within at least one other national economy”. MNC dalam menjalankan bisnisnya cenderung untuk terus memperluas pasar ke luar negeri. Salah satu bentuk perluasan pasar adalah melalui foreign direct investment (FDI). FDI bertujuan untuk mencapai kontrol sebagian atau penuh atas pemasaran, produksi, atau fasilitas lainnya pada ekonomi (Gilpin, 2001: 278). FDI sering dilakukan dengan dua cara yaitu membeli perusahaan yang sudah ada atau perusahaan membangun sendiri fasilitas baru. Bentuknya antara lain dengan melakukan merger, takeovers, atau melalui aliansi antar perusahaan dengan perusahaan negara tujuan. FDI ini merupakan strategi MNC untuk mempermanenkan usahanya di negara lain, dengan begitu maka diharapkan akan memperoleh efisiensi yang lebih tinggi.
Eksistensi MNC dalam ekonomi internasional telah ada sebelum globalisasi booming. Apabila globalisasi dianggap muncul ketika terjadi revolusi informasi tahun 1980an maka MNC telah ada sebelum itu. The Dutch East India Company merupakan salah satu contoh MNC yang ada pada zaman kolonial dan berdiri sejak abad ke-17 (Britannica). Jumlah MNC saat itu juga masih sedikit jika dibandingkan dengan era globalisasi saat ini dimana MNC telah tumbuh berkali-kali lipat. Saat ini telah banyak MNC yang berkonsentrasi pada berbagai bidang produksi seperti Samsung, Microsoft, Sony, Daimler-Chrysler. MNC juga tumbuh tidak hanya di negara maju tetapi banyak juga di negara berkembang seperti perusahaan Telecom yang dimiliki Carlos Slim dari Mexico. Carlos Slim sendiri tercatat menjadi orang terkaya di dunia versi Forbes. (Business Insider, 2013). Kemudian perusaahan baja Arcellor Mittal yang dimiliki seorang India, Lakshmi Mittal menjadi perusaahan baja terbesar di dunia (Jagran Josh, 2013). Hal ini membuktikan bahwa MNC telah tumbuh pesat saat ini, bahkan negara MNC dari negara berkembangpun dapat menjadi perusahaan yang diperhitungkan dalam ekonomi dunia.
Apabila dibandingkan lagi antara MNC terdahulu dan MNC sekarang maka akan terdapat perbedaan. Gilpin (2001) beranggapan bahwa perusahaan transnasional dahulu lebih powerfull daripada MNC yang ada saat ini. Mereka dapat memerintah armada dan tentara, mereka juga mempunyai kebijakan luar negeri sendiri, dan mengkontrol perluasan teritori. Tercatat negara sub-Asia (India, Pakistan, dan Bangladesh), Hindia Timur (Indonesia), dan Afrika Selatan dikuasai oleh MNC. Perbedaan lain antara MNC kuno dan modern adalah pada zaman dahulu MNC memproduksi barang barang agrikultur dan industri ekstraktif sedangkan sekarang berkembang pada sektor manufaktur, ritel, dan jasa. Selain itu MNC sekarang beroperasi secara nasional dan internasional, dan terkadang mempengaruhi strategi perusaahan internasional (Gilpin, 2001:279). Gilpin (2001) kemudian menambahkan bahwa MNC dahulu cenderung untuk mengeksploitasi penduduk pribumi namun sekarang MNC telah menjadi sumber modal dan teknologi yang penting bagi perkembangan ekonomi negara kurang maju.

FDI dan MNC
Untuk lebih memahami MNC, Gilpin (2001) beranggapan bahwa kita perlu mempelajari pemikiran dari ekonom radikal, ekonom bisnis, dan ekonom politik karena ekonom mainstream yaitu ekonom neoklasik cenderung untuk bersikap acuh terhadap MNC. Ekonom neoklasik lebih percaya akan kekuatan pasar daripada kekuatan negara. Mereka percaya bahwa perilaku perusahaan ditentukan hampir seluruhnya oleh sinyal-sinyal pasar, oleh karena itu kebangsaan dari perusahaan , apakah perusahaan tersebut beroperasi secara domestik atau internasional tidak menjadi hal yang penting (Gilpin,2001:279).
Kendala metodologis kemudian muncul ketika tidak ada teori yang diakui secara umum untuk menjelaskan MNC dan FDI. Kurangnya model umum ini menyebabkan tumbuhnya ambiguitas dan sikap bertentangan diantara ekonom terhadap perusahaan multinasional (Gilpin, 2001:280). Alasan utama mengapa ekonom neoklasik tidak dapat memberikan eksplanasi teori general untuk menjelaskan MNC dan FDI adalah bahwa sebagian besar MNC merupakan produk dari pasar tidak sempurna dan pengalaman perusahaan yang unik (Gilpin,2001:280). Sebagai contoh adalah IBM yang mempunyai hubungan politik harmonis dengan pemerintahan negara host daripada konsentrasi untuk alasan ekonomi. Pasar tidak sempurna juga terkadang malah diciptakan oleh pemerintah melalui proteksi perdagangan dan kebijakan industri. Hal ini ditujukan untuk melayani kepentingan dari MNC untuk berinvestasi. Dari contoh tersebut maka telah tercipta ambiguitas dimana ekonom neoklasik yang beranggapan bahwa pasar sebagai pemeran utama tanpa intervensi pemerintah menghadapi kenyataan bahwa MNC dalam bekerja juga mempunyai hubungan erat dengan pemerintah demi melancarkan kepentingannya.
Pemikiran dari ekonom bisnis kemudian terwakili oleh teori dari Vernon, Dunning, dan Porter. Gilpin mengakui tidak dapat mengakomodir semua pemikiran dari ekonom bisnis, oleh karena itu ketiga ahli tersebut dipilih karena dianggap pemikirannya yang paling penting dan relevan untuk memahami ekonom bisnis. Kontribusi pertama adalah dari Raymond Vernon melalui Vernon’s Product Cycle Theory. Teori ini beranggapan bahwa setiap produk akan mengikuti siklus kehidupan dari inovasi melalui kedewasaan menuju penurunan dan akhirnya usang (Gilpin,2001:282). Pada awalnya perusahaan mengekspor produk dari negara asal mereka, kemudian akan terjadi perubahan dimana hal ini juga langkah menuju kedewasaan. Kegiatan kedewasaan ini seperti standarisasi teknik produksi atau menciptakan permintaan pasar luar negeri. Pada perkembangannya akan ada peniru asing yang menyaingi. Untuk menghalangi ekspansi perusahaan peniru ini, perusahaan asli akan mendirikan fasilitas produksi di negara lain. Dengan demikian, menurut teori siklus produk Vernon, FDI secara prinsip merupakan alat yang digunakan perusahaan untuk mendahului kompetisi luar negeri dan untuk mempertahankan monopoli mereka (Gilpin,2001:283).
Kemudian John Dunning melalui teori eklektik menekankan pentingnya teknologi bagi perkembangan MNC. Kemajuan revolusioner pada komunikasi dan transportasi telah membuat secara teknis memungkinkan bagi perusahaan untuk mengatur dan mengelola jasa dan sistem produksi pasa basis global (Gilpin,2001:283). Akibatnya kemajuan teknologi akan mengurangi biaya transaksi dan biaya internasionalisasi lainnya. Berdasar teori ini kesuksesan MNC merupakan hasil dari karakteristik tertentu yaitu kepemilikan, lokasi, dan yang paling penting adalah internalisasi (Gilpin,2001:284). Internalisasi sebagai contoh adalah ketika  perusahaan mempunyai keunggulan spesifik yang tidak dimiliki perusahaan lain, perusahaan tersebut akan berusaha untuk memanfaatkan keunggulannya sebaik mungkin tanpa membocorkannya ke pihak lawan. Tujuan internalisasi ini dapat diraih melalui FDI dan pembentukan ekonomi anak perusahaan yang dimiliki perusahaan induk (Gilpin,2001:284). Kemudian keunggulan lokasi juga memegang peranan penting. MNC dapat memperoleh faktor produksi yang dibutuhkan di seluruh dunia dan juga dapat mengakses tenaga kerja terampil murah. Dunning juga menambahkan faktor deregulasi pasar dan jasa. Deregulasi dan integrasi pasar finansial telah mendorong tumbuhnya FDI. Sebagai contoh adalah Jepang yang berkeinginan untuk melompati hambatan perdagangan dan untuk mengurangi friksi perdagangan telah menumbuhkan ekspansi FDI.
Teori selanjutnya adalah dari Michael Porter dengan teori strategi. Dia pada awalnya berasumsi bahwa MNC telah masuk ke dalam era menajemen strategis. Bisnis internasional kemudian mempunyai karakteristik berupa “value chain” atau rantai nilai dari kegiatan mulai ekstraksi, produksi, sampai dengan pemasaran. Porter selanjutnya berargumen bahwa strategi perusahaan menentukan struktur  dan lokasi aktivitas ekonomi. Pada perkembangannya Porter mengikuti teori eklektik dimana terjadi keuntungan melekat yang dimiliki oleh MNCs. Keuntungan luarbiasa MNC melalui perusahaan domestik  ini adalah bahwa ia menyediakan akses ke berbagai macam kemungkinan melalui yang dapat “memasuki rantai nilai”. Esensi dari manajeman strategi adalah bahwa perusahaan transnasional telah memiliki pilihan lebih luas dan teknik yang lebih daripada yang dimiliki perusahaan domestik terbesar sekalipun (Gilpin,2001:286). Mekanisme ini tidak hanya melalui FDI tetapi juga dengan strategi aliansi, komponen produksi outsourcing, dan lisensi teknologi (Gilpin,2001:286). Kemudian perusahaan dapat hubungan korporasi dengan perusahaan induk. Melalui teknologi informasi modern dan monopoli sumberdaya informasi, MNC dapat menjadi dominan atas kompetitor domestik maupun internasional (Gilpin,2001:286). Pada intinya teori strategi ini membahas tentang bagaimana strategi perusahaan digambarkan mulai dari tahap produksi sampai dengan konsumen akhir dengan tujuan mengejar keunggulan kompetitif.
Setelah ekonom mainstream dan ekonom bisnis, selanjutnya adalah ekonom politik. Gilpin (2001) membagi menjadi dua bagian pemikiran ekonom politik. Dua pemikiran tersebut adalah kritik radikal atau Marxis dan interpretasi negara-sentris. Teori radikal atau marxis diungkapkan oleh Stephen Hymer. Ia pada awalnya beranggapan bahwa FDI berbeda dengan investasi portofolio. FDI merupakan bagian dari strategi ekspansionis perusahaan, dengan keinginannya untuk mengkontrol produksi atau fasilitas lain pada negara luar negeri (Gilpin,2001:286). Oleh karena itu MNC yang pada umumnya dikuasai Amerika menurut Hymer sebenernya bermaksud untuk mengeksploitasi dan untuk mempertahankan monopolinya. Selanjutnya Hymer percaya bahwa monopoli kapitalis diregakkan oleh dua hukum fundamental. Hukum pertama adalah meningkatkan ukuran perusahaan. Ketika perusahaan tumbuh maka mereka akan melakukan ekpansi lintas batas negara, menciptakan hirarki core-periperi dan pembagian kerja internasional. Hukum kedua adalah hukum pembangunan tidak merata. MNC akan mengkontrol dan mengeksploitasi seluruh dunia untuk kepentingannya sendiri. Kegiatan MNC ini akan mengakibatkan ekonomi dunia terdiri dari masyarakat utara kaya yang melakukan mengesploitasi dan masyarakat miskin selatan yang tereksploitasi.
Selanjutnya adalah interpretasi negara-sentris yang berargumen bahwa tumbuh dan suksesnya MNC di dunia modern dapat terjadi hanya dalam lingkungan politik internasional yang menguntungkan (Gilpin,2001:288). Mereka menolak pemikiran ekonom bisnis dan beranggapan bahwa MNC tidak dapat dijelaskan semata-mata pada bentuk kekuatan pasar dan atau strategi korporasi, dibaliknya pasti ada lingkungan politik yang menguntungkan yang memang telah diciptakan oleh kekuatan dominan. Sebagai contoh adalah Pax Britannica yang telah menciptakan lingkungan politik yang mendukung ekpasnsi dari perusahaan Inggris, atau kekuasaan Amerika Serikat setelah Perang Dunia II telah menciptakan keuntungan bagi perusahaan Amerika sendiri untuk memperluas pasar melalui aturan yang dibuatnya. Selanjutnya pemikir negara-sentris ini percaya  apabila konsensus dan kerjasama diantara kekuatan utama kapitalis rusak, maka dominasi MNC pada ekonomi dunia akan tergerus secara bertahap (Gilpin,2001:288).
                                                                                                       Diolah dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar