Minggu, 19 April 2015

Sick Building Syndrome



Istilah sindrom gedung sakit (Sick Building Syndrome) pertama dikenalkan oleh para ahli di negara Skandinavia di awal tahun 1980-an. Istilah ini kemudian digunakan secara luas dan kini telah tercatat berbagai laporan tentang sindrom ini dari berbagai negara Eropa, Amerika dan bahkan negara tetangga kita Singapura (Aditama dan Hastuti, 2002).
Environmental Protection Agency (EPA) mendefinisikan Sick Building Syndrome (SBS) atau yang disebut juga dengan Tight Building Syndrome atau Building Related Illness / Bulding Related Occupant Complaints Syndrome adalah situasi dimana penghuni gedung (bangunan) mengeluhkan permasalahan kesehatan dan kenyamanan yang akut, yang timbul berkaitan dengan waktu yang dihabiskan dalam suatu bangunan, namun gejalanya tidak spesifik dan penyebabnya tidak dapat diidentifikasikan.

Gejala atau Keluhan Sick Building Syndrome
Gejala atau keluhan dari Sick Building Syndrome memang berhubungan dengan tidak sehatnya udara di dalam gedung. Keluhan yang ditemui pada sindrom ini antara lain dapat berupa batuk kering, sakit kepala, iritasi pada mata, hidung dan tenggorokan, kulit yang yang kering dan gatal, badan lemah. Keluhan tersebut biasanya menetap setidaknya dua minggu. Gejala ini akan hilang jika penderitanya berada di luar gedung tersebut, misalnya pulang ke rumah, begitu dia kembali ke dalam gedung, penyakit itu timbul lagi. Sindrom ini belum banyak disadari dan biasanya pengobatannya masih simtomatik, pengobatan berdasarkan gejalanya saja. Sindrom gedung sakit atau Sick Building Syndrome baru dapat dipertimbangkan bila lebih dari 20% atau bahkan sampai 50% pengguna suatu gedung mempunyai keluhan-keluhan seperti di atas. Kalau hanya dua atau tiga orang maka mereka mungkin sedang terkena flu biasa. Sick Building Syndrome juga dapat dipertimbangkan apabila setidaknya terdapat tiga gejala/ keluhan dari pengelompokkan gangguan kesehatan, minimal satu gejala/keluhan pada masing-masing gangguan, baik gangguan kulit, mata, pernafasan, syaraf, pencernaan (Aditama dan Hastuti, 2002).
Gejala SBS sebagai dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung dengan udara meliputi organ sebagai berikut (Aditama dan Hastuti, 2002):
1.        Iritasi selaput lendir
Iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair.
2.        Iritasi hidung, bersin, gatal
Iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering.
3.        Gangguan neurotoksik
Sakit kepala, lemah, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi.
4.        Gangguan paru dan pernafasan
Batuk, nafas berbunyi atau mengi, sesak nafas, rasa berat di dada.
5.        Gangguan kulit
Kulit kering, kulit gatal.
6.        Gangguan saluran cerna
Diare atau mencret
7.        Gangguan lainnya
Gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar.
Keluhan tersebut biasanya tidak terlalu parah dan tidak menimbulkan kecacatan tetap, tetapi jelas terasa amat mengganggu dan bahkan mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja pada karyawan.
Menurut EPA (1991), SBS dapat ditandai dengan rasa lelah, sakit kepala, mata kering dan keluhan-keluhan pernafasan yang mengenai pekerja dalam gedung tertentu dengan ventilasi terbatas. Gejala tampaknya disebabkan oleh kombinasi agen kimia dalam konsentrasi rendah, bukan oleh iritan yang spesifik. Dimana salah satu dari gejala tersebut dirasakan sedikitnya 30% dari pengguna gedung. Apabila pekerja merasakan gejala yang memenuhi kriteria kasus dan salah satu gejala tersebut dialami oleh 30% dari total responden.

Penyebab Sick Building Syndrome
Sampai saat ini masih sulit untuk menentukan suatu penyebab tunggal dari sindrom gedung sakit, namun sebagian besar keluhan yang timbul dari terjadinya Sick Building Syndrome diakibatkan oleh pencemaran udara yang terjadi dalam ruangan. Menururt hasil penelitian dari Badan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Amerika Serikat atau The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) ada enam sumber utama pencemaran udara di dalam gedung, yaitu (Aditama dan Hastuti, 2002):
1.        52% pencemaran akibat ventilasi yang tidak adekuat dapat berupa kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan gedung, distribusi udara yang tidak merata dan buruknya perawatan sarana ventilasi;
2.        17% pencemaran udara dari alat-alat di dalam gedung seperti mesin fotokopi. Kertas tisu, lem kertas dan lem wallpaper, zat pewarna dari bahan cetakan, pembersih lantai serta pengharum ruangan;
3.        11% pencemaran berasal dari luar gedung yang dapat masuk ke dalam ruangan. Hal ini karena tidak tepatnya penempatan lokasi masuknya udara segar dalam ruangan;
4.        3% pencemaran dari bahan bangunan yang meliputi pencemaran formaldehid, lem, asbes, fiberglass, dan bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut;
5.        5% pencemaran akibat mikroba yang berupa bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin beserta seluruh sistemnya;
6.        12% dari sumber yang tidak diketahui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar