Negeri 5 Menara berkisah
tentang seorang anak yang bernama Alif yang tinggal di sebuah desa dekat danau
Maninjau, Bukittinggi, Sumatera Barat. Dia baru saja lulus Madarasah Tsanawiyh
setingkat SMP. Prestasinya juga cukup membanggakan yaitu masuk 10 besar peraih
NEM se-kabupaten Agam. Alif semula memiliki rencana bersama teman dekatnya,
Randai, yaitu melanjutkan studi ke jenjang SMA terbaik di Kota. Akan tetapi,
rencana gagal, karena, ibu Alif kurang setuju untuk mensekolahkan Alif ke
jenjang SMA dengan berbagai alasan, Ibu Alif yang berlatar pendidikan agama
yang kuat menginginkan agar Alif melanjutkan studi ke sekolah agama, agar Alif
benar benar fokus di dunia agama. Akan tetapi Alif menolak rencana tersebut,
Alif pun berkirim surat dengan Pak Etek Gindo, yang sedang belajar di Mesir,
beliau menyarankan agar Alif melanjutkan studinya ke Pondok Madani, banyak
kenalan beliau yang fasih bahasa Arab dan bahasa Inggris berasal dari sana.
Akhirnya usul tersebut
diterima Alif, dan Alif pun mengutarakan niatnya untuk melanjutkan studi di
Pondok Madani, Jawa timur . Sesampainya di Pondok Madani, Alif dan ayahnya
melakukan mengelilingi pondok. Ternyata untuk diterima menjadi murid Pondok
Madani harus menjalani serangkaian tes ujian tertulis dan lisan. Dengan berbekal
persiapan dua hari akhirnya Alif berhasil melalui tes dan diterima diantara
ribuan pelamar. Acara pembukaan penerimaan siswa baru pun dibuka oleh Kiai
Rais, pimpinan Pondok Madani. Alif memiliki teman dekat yaitu, Said, Atang,
Baso, Raja , Dulmajid..
Awalnya Alif setengah
hati menjalani pendidikan dipondok karena dia harus merelakan cita-citanya yang
ingin kuliah di ITB dan menjadi seperti Habibie. Namun kaliamat bahasa Arab
yang didengar Alif dihari pertama di PM (pondok madani )mampu mengubah
pandangan alif tentang melanjutkan pendidikan di Pesantren sama baiknya dengan
sekolah umum. ” mantera” sakti yang diberikan kiai Rais (pimpinan pondok ) man
jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Dan Alif pun mulai
menjalani hari-hari dipondok dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.
Kehidupan di PM tidaklah
mudah Dengan adanya peraturan wajib melakukan percakapan sehari hari
menggunakan 2 bahasa, hari-hari Alif dipenuhi kegiatan hapalan Al-Qur’an,
belajar siang-malam.ditambah setiap tiga kali seminggu wajib pidato bahasa
Inggris dan bahasa Arab, maka dalam waktu relatif singkat, keenam anak itu
mulai merasakan perkembangan cukup pesat dalam berbahasa, terutama Baso dan
Raja, yang selalu mendominasai hampir semua mata pelajaran. Namun disela rutinitas
di PM yang super padat dan ketat. Alif dan ke 5 selalu menyempatkan diri untuk
berkumpul dibawah menara mesjid , sambil menatap awan dan memikirkancita-cita
mereka kedepan. Ditahun kedua dan seterusnya kehidupan Alif dan rekan-rekannya
lebih berwarna dan penuh pengalaman menarik. Di PM semua teman, guru, satpam,
bahkan kakak kelas adalah keluarga yang harus saling tolong menolong dan
membantu.
Menjelang ujian
kelulusan, Baso memutuskan untuk kembali ke kampung, karena neneknya sakit, dia
pun mendapat tawaran menjadi guru bahasa Arab dasar di sebuah sekolah yang baru
dibangun. Akhirnya, Baso pun meninggalkan PM, sebelum dia sempat mengikuti
ujian kelulusan. Kepergian Baso membuat Alif,Said, Atang,Raja, Dulmajid
bersemangat untuk mewujudkan impian mereka pergi ke Eropa dan Amerika. Mereka
tau, pilhan mereka bersekolah di PM adalah benar, karena pilihan Allah adalah
terbaik.Mereka harus menjadi sukses, dan membuktikan pada semua orang bahwa
orangh desa seperti mereka mampu menginjakkan kaki di Eropa dan Amerika.
Kesuksesan mereka lahir bukan hany karena usaha mereka, namun karena dukungan
dari guru guru hebat dan teman teman. Orang tuanya benar, hal baik yang
dipaksakan akan berbuah maanis. sekarang Alif dan teman temannya sangat
bersyukur buisa bersekolah di PM dan bertemu orang orang hebat di sini. satu
hal yang mereka meyakini mantra dari gurunya akan slalu mereka pakai “man
jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar