Desentralisasi
fiskal merupakan salah satu bentuk dan komponen utama dalam
desentralisasi. Kebijakan desentralisasi
fiskal banyak dipergunakan negara-negara sedang berkembang untuk menghindari
ketidakefektifan dan ketidak-efisienan pemerintahan, ketidakstabilan ekonomi
makro, dan ketidakcukupan pertumbuhan ekonomi (Bahl dan Linn, 1992:384). Apabila pemerintah daerah melaksanakan
fungsinya secara efektif dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan
penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber
keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk
surcharge of taxes, pinjaman, maupun Dana Perimbangan dari pemerintah
pusat. Bahl (1999:65) mengemukakan bahwa
dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip (rules) money should follow
function merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan
dilaksana-kan. Artinya, setiap
pelimpahan wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yang
diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut. Otonomi daerah tanpa desentra-lisasi fiskal
kurang mendukung tercapainya efektivitas penyelenggaraan pemerin-tahan dan
pelayanan publik (Saragih, 2003:12).
Oleh sebab itu, otonomi daerah membutuhkan kebijakan desentralisasi
fiskal. Kebijakan desentralisasi fiskal
ber-tujuan untuk memampukan kemampuan keuangan daerah di dalam meningkat-kan
pelayanan kepada masyarakatnya, terutama dalam mencapai standar pelayanan
minimum. Hal ini diwujudkan dalam su-atu
kebijakan yang disebut dengan perim-bangan keuangan antara pusat dan daerah
(Mardiasmo, 2004:28). Desentralisasi
fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang
lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau
tugas pemerintahan dan pelayanan publik- sesuai dengan banyaknya kewenangan
bidang pemerintahan yang dilimpahkan (Saragih, 2003:83). Sebagaimana juga diungkapkan oleh Bird dan
Vaillancourt (2000:3) serta Manor (1999:60) bahwa desentralisasi fiskal adalah
suatu proses distribusi angga-ran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi
kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas
pemerintahan dan pelayanan publik, sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang
pemerintahan yang dilimpahkan.
Ebel (2000:42) menjelaskan bahwa
desentralisasi fiskal terkait dengan masa-lah: (1) pembagian peran dan tanggung
jawab antarjenjang pemerintahan; (2) transfer antarjenjang pemerintahan; (3)
penguatan sistem pendapatan daerah atau perumusan sistem pelayanan publik di
daerah; (4) swastanisasi perusahaan milik pemerintah (terkadang menyangkut
tang-gung jawab pemerintah daerah); dan (5) penyediaan jaring pengaman
sosial. Kumorotomo (2008:7-8)
menjelaskan bahwa desentralisasi fiskal harus mempertimbangkan kebijakan
fiskal, khususnya untuk mendukung kebijakan makro ekonomi antara lain yang
berkaitan dengan fiscal sustainability, dan tetap memberikan ruang bagi
pemerintah pusat untuk meng-adakan koreksi atas ketimpangan antar daerah,
sehingga taxing power yang dibe-rikan kepada daerah tetap tidak terlalu
besar. Kendatipun perdebatan mengenai
manfaat dari desentralisasi fiskal di Indo-nesia masih terus berlangsung, kini
timbul harapan besar bahwa desentralisasi fiskal akan memberi manfaat seperti
perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pengentasan orang
miskin, manajemen ekonomi makro yang lebih baik, serta sistem tata pemerintahan
(governance) yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar