Indonesia merupakan salah satu dari lima negara penggagas berdirinya
ASEAN melalui Deklarasi Bangkok tahun 1967. Indonesia juga merupakan negara
terbesar di kawasan Asia Tenggara dari segi geografi maupun demografi.
Alexandra menyatakan bahwa menjadi negara terbesar
di regional menyebabkan Indonesia selalu menjadi pemimpin ASEAN dan mengambil
tanggungjawab, mendorong dan memastikan bahwa negara-negara ASEAN lain
menjalankan prinsip dan norma yang disepakati. Sehingga keberadaan Indonesia di
ASEAN menjadi sangat penting terutama bagi keberlangsungan masa depan ASEAN. Hal
tersebut disinyalir menjadi alasan dukungan kuat Indonesia dalam mengembangkan
ASEAN agar bisa sampai menjadi komunitas. Dari sebagian jejak rekam prestasi
penyelesaian sengketa di ASEAN yang dipimpin Indonesia, Indonesia dinilai mampu
memimpin kemajuan penegakan hak asasi manusia.
Keberadaan Indonesia dinilai penting karena Indonesia berkontribusi
secara signifikan bagi perkembangan ASEAN mulai dari pendiriannya hingga kini
menuju Masyarakat ASEAN. Dari segi politik dan keamanan, Indonesia telah beberapa
kali berperan menjadi kunci utama dalam penyelesaian konflik antar
negara-negara ASEAN. Indonesia sebagai manajer krisis dan mediator konflik, Indonesia memiliki kekuatan untuk
memengaruhi keputusan dalam konflik maupun krisis sehingga memiliki potensi
untuk menjaga stabilitas regional (Widyaningsih & Robert, 2014: 107).
Contoh, ketiga terjadi kerenggangan hubungan diplomatik antara Malaysia dan
Filipina tahun 1968 akibat dugaan Manila memberi bantuan kepada kelompok
separatis Sabah. Presiden Soeharto mengajukan cooling-off period pada ASEAN
Ministerial Meeting yang akhirnya menghasilkan Kuantan Statement
tahun 1980. Kemudian pada konflik Kamboja, Indonesia mengirim utusannya ke
Hanoi, Vietnam untuk bernegosiasi yang akhirnya Indonesia mendapat kepercayaan
oleh Vietnam unuk mengadakan Jakarta Informal Meeting antara Hanoi dan
ASEAN yang menghasilkan Paris Conference yang diketuai oleh Indonesia.
Dua bukti prestasi Indonesia era Orde Baru tersebut menjadikan Indonesia
memiliki dukungan kuat dalam multilateral framework yang dibentuk ASEAN.
Dalam konflik era kini, Indonesia berhasil kembali menjadi
pemimpin dalam penyelesaian konflik antara perbatasan
Thailand dan Kamboja terkait kuil Preah Vihear. Indonesia kembali menjadi
mediator kedua negara dengan mengupayakan diplomasi atau dialog dengan kedua
pihak negara, karena Indonesia meyakini penyelesaian secara militer tidaklah
efektif. Inisiatif Indonesia tersebut semakin membuktikan kepemimpinan
Indonesia dalam mengawal ASEAN.
Peran kepemimpinan Indonesia d ASEAN dalam perjalanannya mengalami
kembang kempis terutama pada krisis moneter 1997, Indonesia cukup disibukkan
dengan instabilitas domestik. Ketika Indonesia mengalami pergeseran kebijakan
akibat peristiwa 1997, tidak ada kekuatan yang mampu memimpin perkembangan
ASEAN hampir selama 5 tahun. Sedangkan dari segi ekonomi, Mc Kinsey Global Institute pada tahun 2012
memprediksi Indonesia akan tumbuh menjadi ekonomi terbesar ke-7 di tahun 2030. Prediksi ini didukung oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
semakin membaik pasca krisis 1997, namun disisi lain masalah perekonomian
domestik masih menjadi kendala akibat pengelolaan distribusi antara modal dan
provinsi oleh pemerintah.
Menurut Rattanaseve peluang besar Indonesia menjadi pemimpin
ASEAN namun Indonesia menahan diri untuk mengambil peran ini. Keengganan
Indonesia dinilai akibat faktor internal yang dirasa belum sepenuhnya stabil,
norma ASEAN yang tidak mendukung seperti non-intervensi serta sikap antar
negara ASEAN sendiri seperti kurangnya kepercayaan sehingga menghadirkan
kewaspadaan akan balance of power. Terdapat tiga kemungkinan akan kepemimpinan ASEAN yaitu kepemimpinan
sektoral, kepemimpinan kooperasi dan kepemimpinan berkala.
Dalam hal ini Indonesia masih kekurangan kompetensi dalam kepemimpinan sektoral
karena ASEAN membutuhkan pemimpin yang berfungsi sebagai titik fokus lembaga
seperti Amerika Serikat dalam tatanan sistem internasional pasca Perang Dingin.
Keinginan Indonesia untuk berperan aktif dalam mediasi terhadap krisis
merupakan hal positif bagi ASEAN karena ASEAN tidak mampu bertumpu pada anggota
yang lemah. Maka model kepemimpinan
dalam ASEAN layaknya model flying geese, padahal negara-negara ASEAN
masih berkonsentrasi pada masalah domestik daripada regionalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar