Pendahuluan
Kehidupan secara lebih baik merupakan tujuan yang ingin dicapai
oleh manusia dalam kehidupannya. Untuk mencapai hidup secara lebih baik manusia
perlu untuk dibentuk atau diarahkan. Pembentukan manusia itu dapat melalui
pendidikan atau ilmu yang mempengaruhi pengetahuan tentang diri dan dunianya,
melalui kehidupan sosial atau polis, dan melalui agama. Dalam paper kerja ini
saya akan membahas tentang unsur-unsur pembentuk manusia yang dapat membantu
manusia untuk hidup lebih baik. Dengan kata lain, konteks filsafat budaya sebagai ilmu
tentang kahidupan manusia akan
lebih disempitkan atau dibatasi pada kerangka berpikir pembentukan manusia yang lebih
baik. Pembentukan manusia yang lebih baik bukan dalam arti moral; baik
buruknya manusia, tetapi dalam arti pembentukan manusia sebagai makhluk yang
hidup dan berbudaya dalam perspektif filsafat budaya, yakni hidup yang lebih
bijaksana, dan lebih kritis. Filsafat bukanlah ilmu positif seperti
fisika, kimia, biologi, tetapi filsafat adalah ilmu kritis yang otonom di luar
ilmu-ilmu positif. Ada tiga unsur pembentukan manusia yaitu: (1) pengetahuan manusia tentang diri sendiri
dan lingkunganya; (2) manusia dalam hubungannya dengan hidup komunitas; dan (3)
agama membantu manusia hidup dengan lebih baik
Sejak berabad-abad manusia telah berusaha
memecahkan masalah-masalah pokok tentang arti dan peranan eksistensinya dalam
kehidupan, dan sebagai jawabannya tercetus berbagai-bagai pendapat, yang bukan
saja saling mengisi serta memperlengkapi, melainkan juga saling bertentangan. Dengan
itu pun orang masih belum puas dan terus berusaha mengungkapkan
kebenaran-kebenaran tentang manusia lebih lanjut sampai sekarang. Memang perlu
diakui bahwa manusia itu bukanlah “probleme” yang akan habis dipecahkan,
demikian Gabriel Marcel, melainkan “mystere” yang tak mungkin disebutkan sifat
dan cirinya secara tuntas dan oleh karena itu harus dipahami dan dihayati.
Seperti setiap manusia mempunyai pandangan tentang manusia dan kehidupanya.
Dengan demikian dapat kita ikuti di sepanjang sejarah, bahwa terdapat
berbagai-bagai pandanagan tentang manusia dan kehidupannya.
Pengetahuan menjadi unsur yang penting dalam usaha membentuk
manusia yang lebih baik. Dengan pengetahuan yang memadai manusia dapat
mengembangkan diri dan hidupnya. Apa yang diketahui secara lebih umum dalam
pengetahuan, dalam ilmu diketahui secara lebih masuk akal. Dalam hal ini ilmu
lebih kritis daripada hanya menerima apa yang didapat dari pengetahuan.
Sekalipun demikian kelompok megangkat pengetahuan untuk memahami hidup manusia
dan secara kritis dilihat oleh ilmu. Pengetahuan yang dimaksud di sini lebih
pada pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan dunianya. Ketika manusia
mengetahui dan mengenal dirinya secara penuh, ia akan hidup secara lebih
sempurna dan lebih baik dalam dunia yang adalah dunianya. Berkaitan dengan itu
manusia juga membutuhkan pengetahuan tentang lingkungan atau dunianya. Dengan
pengetahuan yang ia miliki tentang dunia atau lingkungannya, manusia dapat
mengadaptasikan dirinya secara cepat dan lebih mudah. Manusia ternyata tidak
hidup sendirian dalam dunianya. Ia hidup dalam hubungan dengan dan membutuhkan
manusia lain, yang menunjukkan hakikat dari manusia, yaitu sebagai makhluk
sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk dapat membentuk dan mengembangkan
dirinya sehingga dapat hidup secara lebih baik; lebih bijaksana dan lebih
kritis. Dengan demikian manusia pada hakikatnya hidup bersama dengan orang lain
atau hidup dalam suatu komunitas tertentu, mengalami kehidupan polis. Jadi,
kebersamaannya dengan orang lain dalam suatu komunitas inilah yang turut
menentukan pembentukan yang memperkenankan manusia itu hidup atas cara yang
lebih baik dan lebih sempurna dalam dunianya. Unsur lain yang dapat membantu membentuk manusia sehingga
manusia dapat hidup secara lebih baik, lebih bijaksana adalah agama. Dengan
kata lain agama mengandung nilai-nilai universal yang pada hakikatnya
mengajarkan yang baik bagi penganutnya.
Manusia mengetahui
dirinya dan dunianya
Telah dikatakan sebelumnya
(pada bagian pendahuluan) bahwa pengetahuan merupakan salah satu unsur yang
penting dalam hubungan dengan pembentukan manusia untuk hidup secara lebih baik
dan lebih sempurna. Manusia adalah makluk yang sadar dan mempunyai pengetahuan
akan dirinya. Selain itu juga manusia juga mempunyai pengetahuan akan dunia
sebagai tempat dirinya bereksistensi. Dunia yang dimaksudkan di sini adalah
dunia yang mampu memberikan manusia kemudahan dan tantangan dalam hidup. Dunia
di mana manusia bereksistensi dapat memberikan kepada manusia sesuatu yang
berguna bagi pembentukan dan pengembangan dirinya.Pengetahuan merupakan
kekayaan dan kesempurnaan bagi makhluk yang memilikinya. Manusia dapat
mengetahui segala-galanya, maka ia menguasai makhluk lain yang penguasaannya
terhadap pengetahuan kurang. Dalam lingkungan manusia sendiri seseorang yang
tahu lebih banyak adalah lebih baik bila dibandingkan dengan yang tidak tahu
apa-apa. Pengetahuan menjadikan manusia berhubungan dengan dunia dan dengan
orang lain, dan itu membentuk manusia itu sendiri.
Namun, pengetahuan manusia
begitu kompleks. Pengetahuan manusia menjadi kompleks karena dilaksanakan oleh
suatu makhluk yang bersifat daging dan jiwa sekaligus, maka pengetahuan
manusia merupakan sekaligus inderawi dan intelektif.
Pengetahuan dikatakan inderawi
lahir atau luar bila
pengetahuan itu mencapai secara langsung, melalui penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasaan dan peraba, kenyataan yang mengelilingi manusia. Sementara,
pengetahuan itu dikatakan inderawi batin ketika pengetahuan itu memperlihatkan
kepada manusia, dengan ingatan dan khayalan, baik apa yang tidak ada lagi atau
yang belum pernah ada maupun yang terdapat di luar jangkauan manusia.
Pengetahuan intelektif merupakan watak kodrati pengetahuan
manusia yang lebih tinggi.
Lalu bagaimana pengetahuan
yang dimiliki manusia tentang dirinya dan dunianya dapat membentuk manusia
untuk hidup secara lebih baik? Manusia mengetahui dirinya berarti mengenal
dengan baik kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Sementara, manusia
mengetahui duninya berarti menusia mengenal secara baik apa yang ada atau
terkandung dalam dunianya itu, baik potensi yang dapat memudahkan manusia itu
sendiri maupun tantangan yang diperhadapkan kepadanya. Kekurangan manusia dapat
diatasi dengan apa yang ada dalam dunianya. Tentu saja melalui suatu relasi,
baik relasi dengan orang lain maupun relasi dengan alam. Pengetahuan dan
pengenalan atas diri dan dunianya membantu manusia untuk mengarahkan dirinya
kepada hidup yang lebih baik. Salah satu cara manusia mengetahui dirinya dan
lingkungannya adalah melalui pendidikan. Dan pendidikan di sini tentu saja
pendidikan yang diharuskan untuk seni yang baik, yang khas hanya untuk manusia,
dan yang membedakannya dari semua binatang.
Jadi, melalui pengetahuanlah
manusia mempunyai hubungan dengan dirinya, dunia dan orang lain. Melalui
pengetahuan benda-benda dimanisfestasikan dan orang-orang dikenal, dan bahwa
tiap orang menghadiri dirnya. Melalui pengetahuan pula manusia bisa berada
lebih tinggi, dan dapat membentuk hidupnya secara lebih baik. Dengan
pengetahuan manusia dapat melalukan sesuatu atau membentuk kembali sesuatu yang
rusak menjadi baik berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Melalui
pengetahuan manusia dapat mengenal dirinya, orang lain dan dunia di sekitarnya,
sehingga ia mampu menempatkan dirinya dalam dunianya itu (dapat beradaptasi
dengan dunianya).
Dengan membuka lingkup yang
sewajarnya, seharusnyalah kita melihat manusia sebagai mahkluk alamiah,
“Naturwesen”, yang merupakan bagian dari alam dan oleh karena itu memiliki
sifat-sifat dan tunduk kepada hukum yang alamiah pula. Manusia yang berdarah
daging, kata orang. Bukankah kesadaran akan kesatuan dengan alamnya dalam alam
pemikiran begitu kuat, sehingga
tercermin bukan saja dalam kehidupan sosialnya, melainkan juga dalam tingkah
laku etis. Keterikatan kosmologi atau dalam bahasa yang lebih populer, kesatuan
ekologis ini menunjukkan bahwa manusia serba dalam situasi, artinya untuk
memahami manusia haruslah kita menempatkannya dalam konteks yang riil dan
kongkret dan bukannya mencomotnya dari alam kehidupannya dan menaruhnya dalam
dunia idea, seperti yang dilakukan oleh Plato. Oleh karena itu
materialitas adalah dimensi manusia yang
benar-benar hakiki, bukan merupakan belenggu yang mengganggu ataupun
merendahkannya.
Sebagai mahkluk alamiah, maka
manusia mempunyai kebutuhan – kebutuhan tertentu. Ia membutuhkan makanan dan
minuman agar badannya tetap segar dan sehat, ia membutuhkan hiburan, agar
hidupnya menarik dan tidak membosankan, ia perlu belajar dan sebagainya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang serba butuh fisik
dan rohani. Kebutuhan menunjukan bahwa manusia adalah makhluk pula yang belum
selesai, artinya untuk mememnuhi segala kebutuhannya ia harus bekerja dan
berkarya. Jelaslah disini bahwa kerja atau berkarya mempunyai arti yang
manusiawi. Kerja bukan tanda kerendahan seseorang ataupun alat untuk sekedar mengisi waku,
melainkan proses penyempurnaan manusia itu sendiri. Dalam kerjalah tercermin
mutu serta martabat mausia. Pengertian ini seharusnya menjadi titik tolak orang
untuk menghargai dan mengukur tenaga kerja dalam dunia perburuhan. Nmaun perlu
diingat bahwa kebutuhan dan kerja sebagai usaha pemenuhan kebutuhan itu tidak
hanya terarah kepada hal-hal yang materiil belaka. Kenyataan menunjukkan bahwa
manusia mebutuhkan dan berkarya secara rohani pula, seperti belajar, merenung
dan lain sebagainya.
Dapat dengan jelas kita
ikuti, apabila kita ingat bahwa kehidupan manusia selalu di hadapkan pada masyarakat,
lingkungan serta dunia alamnya. Manusia adalah mahkluk serba butuh, sedangkan
lingkungan serta alamnya mempunyai kemampuan
untuk memnuhi kebutuhan itu. Namun dunia tidak atau belum bisa di manfaatkan begitu saja, karena masih
tampak mentah dan buas. Oleh karena itu perlu di olah dan dikerjakan , sehingga
benar-benar dan secara langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia guna memenuhi
kebutuhan serta keinginannya. Dengan demikian timbullah kerja atau karya yang
merupakkan mediasi antara manusia dengan duniannya. Tanpa sebaliknya justru
berkat pengolahan serta kerja itu hidup manusia yang potensiil itu benar-benar
mendapatkan arti dan maknanya. Berbicara tentang kebudayaan berarti
mengeksplisitkan mdiasi antara manusia dengan alamnya, yaitu pengolahan dunia
yang mentah itu menjadi bernilai dan bermanfaat bagi kepentingan manusia.
Dengan demikian jelaslah bahwa diantara keduanya timbul relasi dialektis yang
terwujud dalam karya atau kerja yang sangat besar perannanya dalam rangka
kebudayaan pada khususnya dan dalam kehidupan manusia pada umumnya.
Manusia dalam hidup komunitas
Manusia selain sebagai
mahkluk individu, manusia juga disebut makhluk sosial. Artinya manusia memiliki
kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan
manusia yang lain, selanjutnya interkasi ini berbentuk kelompok. Aktualisasi
manusia sebagai makhluk sosial, tercermin dalam kehidupan berkelompok. Manusia
selalu berkelompok dalam hidupnya. Berkelompok dalam kehidupan manusia adalah
suatu kebutuhan, bahkan bertujuan. Tujuan manusia berkelompok adalah untuk
meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya. Apapun bentuk kelompoknya
disadari atau tidak, manusia berkelompok mempunyai tujuan meningkatkan
kebahagian hidupnya. Melalui kelompok manusia bisa memenuhi berbagai macam
kebutuhan hidupnya, bahkan bisa dikatakan kebahagiaan dan keberdayaan hidup
manusia hanya bisa dipenuhi dengan cara berkelompok. Tanpa berkelompok tujua
hidup manusia yaitu mencapai kebahagiaan
dan kesejahteraan tidak akan bisa tercapai. Manusia merupakan mahkluk
individu dan sekaligus sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia
selalu hidup berkelompok dengan manusia yang lain. Perilaku berkelompok
(kolektif) pada dri manusia, juga dimiliki oleh mahkluk hidup yang lain,
seperti semut, lebah, burung bangaau, rusa dan sebagainya, tetapi terdapat
perbedaan yang esensial antara perilaku kolektif pada diri manuisia dan
perilaku kolektif pada binatang bersifat naluri, artinya sudah pembawaan dari
lahir dengan demikian sifatnya statis yang terbentuk sebagai bawaan dari lahir.
Secara umum komunitas dapat
diartikan sebagai suatu perkumpulan atau persekutuan manusia yang bersifat
permanen demi pencapaian suatu tujuan umum yang diinginkan. Dan umumnya tujuan
yang hendak dicapai itu didasarkan atas kesatuan cinta dan keprihatinan timbal
balik satu dengan yang lain. Jadi,
secara tidak langsung hidup komunitas dapat dimengerti sebagai suatu kehidupan
dimana terdapat individu-individu manusia yang membentuk suatu persekutuan guna
mancapai suatu tujuan bersama. Dan tujuan yang dicapai itu selalu merunjuk pada
nilai-nilai tertentu yang diinginkan bersama. Misalnya, nilai kebaikan,
keindahan, kerja sama dan sebagainya. Selanjutnya, dalam mencapai tujuan
bersama itu setiap individu (anggota persekutuan) saling berinteraksi atau
bekerjasama satu dengan yang lain guna tercapainya tujuan yang ingin dicapai. Akan tetapi serentak pula tak dapat
disangkal bahwa melalui kehidupan komunitas kepribadian manusia dapat dibentuk
melalui proses sosialisai dan internalisasi. Artinya, melalui nilai-nilai yang
dicapai dalam hidup komunitas itu disampaikan kepada setiap individu (anggota
persekutuan). Selanjutnya, nilai-nilai itu dijadikan oleh pegangan dalam diri
setiap individu.
Dalam hubungan dengan pembentukan manusia untuk hidup secara lebih
baik, maka pertanyaan yang patut dikemukakan adalah apakah kehidupan komunitas
dapat membentuk manusia untuk hidup secara lebih baik atau lebih bijaksana dan
kritis?
Menjawab pertanyaan di atas
maka dapat dikatakan bahwa kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia
secara lebih baik. Dapat dikatakan demikian karena pada
dasarnya kodrat manusia adalah makhluk sosial. Itu berarti manusia selalu
berada bersama dengan sesamanya atau orang lain. Ia tidak berada sendirian,
melainkan selalu berada bersama dengan orang lain. Manusia selalu berada dengan
orang lain dan membentuk suatu persekutuan yang disebut sebagai komunitas.
Mereka membentuk hidup besama karena ada nilai yang ingin dicapai secara
bersama. Nilai yang ingin dicapai adalah membentuk
hidup secara lebih baik. Nilai hidup
secara lebih baik itu
dicapai lewat interaksi atau kerja sama setiap individu dalam komunitas.
Selanjutnya, setelah mencapai nilai yang diinginkan itu (membentuk
hidup secara lebih baik), kemudian disosialisasikan kepada individu
(anggota komunitas) dan selanjutnya individu menjadikan nilai tersebut menjadi
pegangan dalam dirinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui
kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia secara lebih baik, lewat
nilai yang ditemukan dalam kehidupan komunitas itu. Nilai itulah yang membentuk
manusia menjadi lebih baik, lebih bijaksana dan kritis dalam hidup.Manusia
sebagai mahkluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi
kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu
membutuhkan manusia lain. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi,
berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dapat dikatakan bahwa
sejak lahir, dia sudah disebut sebagai mhkluk sosial. Hakekat manusia sebagai
mahkluk sosial dan politik akan membentuk hukum, mendirikan kaidah perilaku,
serta bekerja sama dalam kelompok yang lebih besar. Dalam perkembangan ini,
spesialisasi dan integrasi atau organisasi harus saling membantu . Sebab
kemajuan manusia nampaknya akan bersandar kepada kemampuan manusia untuk
kerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Kerjasam sosial merupakan merupakan
syarat untuk kehidupan yang baik dalam masyarakat yang saling membutuhkan.
Kesadaran manusia sebagai mahkluk sosial, justru memberikan rasa tamnggungjawab
untuk mengayomi individu yang jauh lebih “lemah” dari pada wujud sosial yang
“besar” dan “kuat”. Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu non formal
(masyarakat) maupun dalam bentuk-bentuk formal (institusi, negara) dengan
wibawanya wajib mengayomi individu.
Agama
membantu manusia hidup lebih baik
Arti budaya telah diangkat kembali oleh renesans dengan karakter naturalistik,
yaitu budaya dipahami sebagai pembentukan manusia dalam dunianya, yakni sebagai
pembentukan yang memperkenankan manusia hidup atas cara yang lebih bijaksana
dan lebih sempurna dalam dunia yang adalah dunianya. Dalam konteks ini, agama mendapat
tempat dan peranan penting. Agama dimengerti sebagai unsur integral dari
budaya, terutama karena mengajarkan bagaimana hidup dengan baik, hidup dengan
bijaksana dan nilai-nilai universal lainnya. Dalam agama terkandung
ajaran-ajaran kebijaksanaan (dalam arti tertentu filsafat dipahami sebagai
kebijaksanaan) yang dapat mengarahkan manusia kepada hidup yang lebih baik.
Dengan demikian, hidup yang lebih baik dalam perspektif filsafat budaya adalah
pembentukan kebijaksanaan secara internal dalam diri manusia melalui ajaran-ajaran
agama.
Manusia
tidak dapat dilepaskan dari agama dalam kehidupannya. Maksudnya adalah bahwa
agama menjadi sarana di mana manusia dapat memenuhi keinginannya untuk dapat
hidup dengan lebih bijaksana. Dengan kata lain agama membantu manusia untuk
dapat hidup lebih baik. Melalui agama manusia dapat menjadi bijaksana untuk
mencapai realisasi dirinya yang lengkap sehingga menjadi suatu microcosmos yang sempurna dalam macrocosmos
Setiap
agama umumnya mengajarkan kepada para penganut atau pengikutnnya untuk hidup
sebagai orang yang saleh, baik di hadapan manusia maupun di hadapan yang ilahi.
Dengan demikian agama dapat mengarahkan manusia kepada hidup yang lebih baik.
Agama membentuk manusia untuk menjadi lebih baik, lebih bijaksana dengan
menanamkan nilai-nilai universal dalam diri manusia itu.
Agama merupakan obat dari kesulitan
dan kekhawatiran yang dihadapi manusia sekurang-kurangnya meringankan manusia
dari kesulitan. Agama merupakan pernyataan pengharapan manusia dalam dunia yang
besar atau jagat raya, karena ada jalan hidup yang benar yang perlu ditemukan.
Agama menjadi suatu lembaga yang bersemangat untuk memperoleh kehidupan yang
baik dan merenungkannya sebagai suatu tuntutan hidup. Manusia menjadi
penganutnya yang setia terhadap agama karena menurut keyakinanya agama telah
memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi hidupnya yang tidak mungkin dapat
di uji dengan pengalaman maupun oleh akal seperti halnya menguji kebenaran
sains dan filsafat karena agama lebih banyak menyangkut perasaan dan keyakinan.
Agama dapat menjadi petunjuk, pegangan serta pedoman hidup bagi manusia dalam
menempuh hidupnya dengan harapan penuh keamanan, kedamaian dan kesejahteraan.
Manakala manusia menghadapi masalah yang rumit dan berat, maka timbullah
kesadarannya, bahwa manusia merupakan mahkluk yang tidak berdaya untuk
mengatasinya dan timbulnya kepercayaan dan keyakinan.
Penutup
Filsafat budaya sebagai ilmu tentang kehidupan manusia dapat
dimengerti secara lebih sempit dengan ide pembentukan
manusia yang lebih baik. Dalam konteks atau kerangka pemikiran itu
kelompok berusaha menjelaskan dengan mengungkapkan tiga unsur yang membentuk
manusia menjadi lebih baik. Ketiga unsur tersebut antara lain: (1) pengetahuan
manusia tentang diri dan dunianya, (2) relasi manusia dalam kehidupan polis
atau hidup sosial, dan (3) agama yang mengandung dan mengajarkan nilai-nilai
universal yang dapat mengarahkan dan membentuk manusia menjadi lebih baik.
Untuk unsur pertama dan kedua merupakan karakter konstitutif dari
arti budaya untuk orang Yunani, yaitu penelitian dan realisasi yang manusia
lakukan tentang dirinya sendiri, yakni tentang kodrat manusia yang benar.
Pengetahuan manusia tentang dirinya dan dunianya sangat erat hubungannya dengan
filsafat. Manusia tidak dapat mewujudkan diri tanpa melalui pengetahuan akan
diri sendiri dan akan dunianya. Sementara relasi manusia dalam kehidupan sosial
atau kehidupan polis sangat erat hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat.
Manusia tidak dapat mewujudkan diri tanpa kehidupan dalam komunitas atau
kehidupan polis.
Dan unsur ketiga dijelaskan dalam hubungan dengan diangkat kembali
pengertian budaya sebagai pembentukan manusia dalam dunianya yang
memperkenankan manusia hidup atas cara yang lebih baik (lebih bijaksana dan
kritis) dalam dunianya. Pengertian ini diangkat kembali oleh renesans. Agama
dimengerti sebagai unsur integral dari budaya dalam konteks ini. Karena agama
mengandung mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan moralitas, yang dapat
mengarahkan dan membentuk manusia menjadi lebih baik.
Sumber
: Eris Estikaningsih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar