Minggu, 10 Mei 2015

PERANAN MANUSIA MENUJU KEHIDUPAN SEUTUHNYA



 Pendahuluan
Kehidupan secara lebih baik merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh manusia dalam kehidupannya. Untuk mencapai hidup secara lebih baik manusia perlu untuk dibentuk atau diarahkan. Pembentukan manusia itu dapat melalui pendidikan atau ilmu yang mempengaruhi pengetahuan tentang diri dan dunianya, melalui kehidupan sosial atau polis, dan melalui agama. Dalam paper kerja ini saya akan membahas tentang unsur-unsur pembentuk manusia yang dapat membantu manusia untuk hidup lebih baik. Dengan kata lain, konteks filsafat budaya sebagai ilmu tentang kahidupan manusia akan lebih disempitkan atau dibatasi pada kerangka berpikir pembentukan manusia yang lebih baik. Pembentukan manusia yang lebih baik bukan dalam arti moral; baik buruknya manusia, tetapi dalam arti pembentukan manusia sebagai makhluk yang hidup dan berbudaya dalam perspektif filsafat budaya, yakni hidup yang lebih bijaksana,  dan lebih kritis. Filsafat bukanlah ilmu positif seperti fisika, kimia, biologi, tetapi filsafat adalah ilmu kritis yang otonom di luar ilmu-ilmu positif. Ada tiga unsur pembentukan manusia yaitu: (1) pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan lingkunganya; (2) manusia dalam hubungannya dengan hidup komunitas; dan (3) agama membantu manusia hidup dengan lebih baik
Sejak berabad-abad manusia telah berusaha memecahkan masalah-masalah pokok tentang arti dan peranan eksistensinya dalam kehidupan, dan sebagai jawabannya tercetus berbagai-bagai pendapat, yang bukan saja saling mengisi serta memperlengkapi, melainkan juga saling bertentangan. Dengan itu pun orang masih belum puas dan terus berusaha mengungkapkan kebenaran-kebenaran tentang manusia lebih lanjut sampai sekarang. Memang perlu diakui bahwa manusia itu bukanlah “probleme” yang akan habis dipecahkan, demikian Gabriel Marcel, melainkan “mystere” yang tak mungkin disebutkan sifat dan cirinya secara tuntas dan oleh karena itu harus dipahami dan dihayati. Seperti setiap manusia mempunyai pandangan tentang manusia dan kehidupanya. Dengan demikian dapat kita ikuti di sepanjang sejarah, bahwa terdapat berbagai-bagai pandanagan tentang manusia dan kehidupannya.
Pengetahuan menjadi unsur yang penting dalam usaha membentuk manusia yang lebih baik. Dengan pengetahuan yang memadai manusia dapat mengembangkan diri dan hidupnya. Apa yang diketahui secara lebih umum dalam pengetahuan, dalam ilmu diketahui secara lebih masuk akal. Dalam hal ini ilmu lebih kritis daripada hanya menerima apa yang didapat dari pengetahuan. Sekalipun demikian kelompok megangkat pengetahuan untuk memahami hidup manusia dan secara kritis dilihat oleh ilmu. Pengetahuan yang dimaksud di sini lebih pada pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan dunianya. Ketika manusia mengetahui dan mengenal dirinya secara penuh, ia akan hidup secara lebih sempurna dan lebih baik dalam dunia yang adalah dunianya. Berkaitan dengan itu manusia juga membutuhkan pengetahuan tentang lingkungan atau dunianya. Dengan pengetahuan yang ia miliki tentang dunia atau lingkungannya, manusia dapat mengadaptasikan dirinya secara cepat dan lebih mudah. Manusia ternyata tidak hidup sendirian dalam dunianya. Ia hidup dalam hubungan dengan dan membutuhkan manusia lain, yang menunjukkan hakikat dari manusia, yaitu sebagai makhluk sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk dapat membentuk dan mengembangkan dirinya sehingga dapat hidup secara lebih baik; lebih bijaksana dan lebih kritis. Dengan demikian manusia pada hakikatnya hidup bersama dengan orang lain atau hidup dalam suatu komunitas tertentu, mengalami kehidupan polis. Jadi, kebersamaannya dengan orang lain dalam suatu komunitas inilah yang turut menentukan pembentukan yang memperkenankan manusia itu hidup atas cara yang lebih baik dan lebih sempurna dalam dunianya. Unsur lain yang  dapat membantu membentuk manusia sehingga manusia dapat hidup secara lebih baik, lebih bijaksana adalah agama. Dengan kata lain agama mengandung nilai-nilai universal yang pada hakikatnya mengajarkan yang baik bagi penganutnya.

Manusia mengetahui dirinya dan dunianya
Telah dikatakan sebelumnya (pada bagian pendahuluan) bahwa pengetahuan merupakan salah satu unsur yang penting dalam hubungan dengan pembentukan manusia untuk hidup secara lebih baik dan lebih sempurna. Manusia adalah makluk yang sadar dan mempunyai pengetahuan akan dirinya. Selain itu juga manusia juga mempunyai pengetahuan akan dunia sebagai tempat dirinya bereksistensi. Dunia yang dimaksudkan di sini adalah dunia yang mampu memberikan manusia kemudahan dan tantangan dalam hidup. Dunia di mana manusia bereksistensi dapat memberikan kepada manusia sesuatu yang berguna bagi pembentukan dan pengembangan dirinya.Pengetahuan merupakan kekayaan dan kesempurnaan bagi makhluk yang memilikinya. Manusia dapat mengetahui segala-galanya, maka ia menguasai makhluk lain yang penguasaannya terhadap pengetahuan kurang. Dalam lingkungan manusia sendiri seseorang yang tahu lebih banyak adalah lebih baik bila dibandingkan dengan yang tidak tahu apa-apa. Pengetahuan menjadikan manusia berhubungan dengan dunia dan dengan orang lain, dan itu membentuk manusia itu sendiri.
Namun, pengetahuan manusia begitu kompleks. Pengetahuan manusia menjadi kompleks karena dilaksanakan oleh suatu makhluk yang bersifat daging dan jiwa sekaligus,  maka pengetahuan manusia merupakan sekaligus inderawi dan intelektif. Pengetahuan dikatakan inderawi lahir atau luar bila pengetahuan itu mencapai secara langsung, melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba, kenyataan yang mengelilingi manusia. Sementara, pengetahuan itu dikatakan inderawi batin ketika pengetahuan itu memperlihatkan kepada manusia, dengan ingatan dan khayalan, baik apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun yang terdapat di luar jangkauan manusia. Pengetahuan intelektif merupakan watak kodrati pengetahuan manusia yang lebih tinggi.
Lalu bagaimana pengetahuan yang dimiliki manusia tentang dirinya dan dunianya dapat membentuk manusia untuk hidup secara lebih baik? Manusia mengetahui dirinya berarti mengenal dengan baik kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Sementara, manusia mengetahui duninya berarti menusia mengenal secara baik apa yang ada atau terkandung dalam dunianya itu, baik potensi yang dapat memudahkan manusia itu sendiri maupun tantangan yang diperhadapkan kepadanya. Kekurangan manusia dapat diatasi dengan apa yang ada dalam dunianya. Tentu saja melalui suatu relasi, baik relasi dengan orang lain maupun relasi dengan alam. Pengetahuan dan pengenalan atas diri dan dunianya membantu manusia untuk mengarahkan dirinya kepada hidup yang lebih baik. Salah satu cara manusia mengetahui dirinya dan lingkungannya adalah melalui pendidikan. Dan pendidikan di sini tentu saja pendidikan yang diharuskan untuk seni yang baik, yang khas hanya untuk manusia, dan yang membedakannya dari semua binatang.
Jadi, melalui pengetahuanlah manusia mempunyai hubungan dengan dirinya, dunia dan orang lain. Melalui pengetahuan benda-benda dimanisfestasikan dan orang-orang dikenal, dan bahwa tiap orang menghadiri dirnya. Melalui pengetahuan pula manusia bisa berada lebih tinggi, dan dapat membentuk hidupnya secara lebih baik. Dengan pengetahuan manusia dapat melalukan sesuatu atau membentuk kembali sesuatu yang rusak menjadi baik berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Melalui pengetahuan manusia dapat mengenal dirinya, orang lain dan dunia di sekitarnya, sehingga ia mampu menempatkan dirinya dalam dunianya itu (dapat beradaptasi dengan dunianya).
Dengan membuka lingkup yang sewajarnya, seharusnyalah kita melihat manusia sebagai mahkluk alamiah, “Naturwesen”, yang merupakan bagian dari alam dan oleh karena itu memiliki sifat-sifat dan tunduk kepada hukum yang alamiah pula. Manusia yang berdarah daging, kata orang. Bukankah kesadaran akan kesatuan dengan alamnya dalam alam pemikiran  begitu kuat, sehingga tercermin bukan saja dalam kehidupan sosialnya, melainkan juga dalam tingkah laku etis. Keterikatan kosmologi atau dalam bahasa yang lebih populer, kesatuan ekologis ini menunjukkan bahwa manusia serba dalam situasi, artinya untuk memahami manusia haruslah kita menempatkannya dalam konteks yang riil dan kongkret dan bukannya mencomotnya dari alam kehidupannya dan menaruhnya dalam dunia idea, seperti yang dilakukan oleh Plato. Oleh karena itu materialitas  adalah dimensi manusia yang benar-benar hakiki, bukan merupakan belenggu yang mengganggu ataupun merendahkannya.
Sebagai mahkluk alamiah, maka manusia mempunyai kebutuhan – kebutuhan tertentu. Ia membutuhkan makanan dan minuman agar badannya tetap segar dan sehat, ia membutuhkan hiburan, agar hidupnya menarik dan tidak membosankan, ia perlu belajar dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang serba butuh fisik dan rohani. Kebutuhan menunjukan bahwa manusia adalah makhluk pula yang belum selesai, artinya untuk mememnuhi segala kebutuhannya ia harus bekerja dan berkarya. Jelaslah disini bahwa kerja atau berkarya mempunyai arti yang manusiawi. Kerja bukan tanda kerendahan seseorang  ataupun alat untuk sekedar mengisi waku, melainkan proses penyempurnaan manusia itu sendiri. Dalam kerjalah tercermin mutu serta martabat mausia. Pengertian ini seharusnya menjadi titik tolak orang untuk menghargai dan mengukur tenaga kerja dalam dunia perburuhan. Nmaun perlu diingat bahwa kebutuhan dan kerja sebagai usaha pemenuhan kebutuhan itu tidak hanya terarah kepada hal-hal yang materiil belaka. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia mebutuhkan dan berkarya secara rohani pula, seperti belajar, merenung dan lain sebagainya.
Dapat dengan jelas kita ikuti, apabila kita ingat bahwa kehidupan manusia selalu di hadapkan pada masyarakat, lingkungan serta dunia alamnya. Manusia adalah mahkluk serba butuh, sedangkan lingkungan serta alamnya mempunyai kemampuan  untuk memnuhi kebutuhan itu. Namun dunia tidak atau belum  bisa di manfaatkan begitu saja, karena masih tampak mentah dan buas. Oleh karena itu perlu di olah dan dikerjakan , sehingga benar-benar dan secara langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia guna memenuhi kebutuhan serta keinginannya. Dengan demikian timbullah kerja atau karya yang merupakkan mediasi antara manusia dengan duniannya. Tanpa sebaliknya justru berkat pengolahan serta kerja itu hidup manusia yang potensiil itu benar-benar mendapatkan arti dan maknanya. Berbicara tentang kebudayaan berarti mengeksplisitkan mdiasi antara manusia dengan alamnya, yaitu pengolahan dunia yang mentah itu menjadi bernilai dan bermanfaat bagi kepentingan manusia. Dengan demikian jelaslah bahwa diantara keduanya timbul relasi dialektis yang terwujud dalam karya atau kerja yang sangat besar perannanya dalam rangka kebudayaan pada khususnya dan dalam kehidupan manusia pada umumnya.

Manusia dalam hidup komunitas
Manusia selain sebagai mahkluk individu, manusia juga disebut makhluk sosial. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain, selanjutnya interkasi ini berbentuk kelompok. Aktualisasi manusia sebagai makhluk sosial, tercermin dalam kehidupan berkelompok. Manusia selalu berkelompok dalam hidupnya. Berkelompok dalam kehidupan manusia adalah suatu kebutuhan, bahkan bertujuan. Tujuan manusia berkelompok adalah untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya. Apapun bentuk kelompoknya disadari atau tidak, manusia berkelompok mempunyai tujuan meningkatkan kebahagian hidupnya. Melalui kelompok manusia bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, bahkan bisa dikatakan kebahagiaan dan keberdayaan hidup manusia hanya bisa dipenuhi dengan cara berkelompok. Tanpa berkelompok tujua hidup manusia yaitu mencapai kebahagiaan  dan kesejahteraan tidak akan bisa tercapai. Manusia merupakan mahkluk individu dan sekaligus sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia selalu hidup berkelompok dengan manusia yang lain. Perilaku berkelompok (kolektif) pada dri manusia, juga dimiliki oleh mahkluk hidup yang lain, seperti semut, lebah, burung bangaau, rusa dan sebagainya, tetapi terdapat perbedaan yang esensial antara perilaku kolektif pada diri manuisia dan perilaku kolektif pada binatang bersifat naluri, artinya sudah pembawaan dari lahir dengan demikian sifatnya statis yang terbentuk sebagai bawaan dari lahir.
Secara umum komunitas dapat diartikan sebagai suatu perkumpulan atau persekutuan manusia yang bersifat permanen demi pencapaian suatu tujuan umum yang diinginkan. Dan umumnya tujuan yang hendak dicapai itu didasarkan atas kesatuan cinta dan keprihatinan timbal balik satu dengan yang lain. Jadi, secara tidak langsung hidup komunitas dapat dimengerti sebagai suatu kehidupan dimana terdapat individu-individu manusia yang membentuk suatu persekutuan guna mancapai suatu tujuan bersama. Dan tujuan yang dicapai itu selalu merunjuk pada nilai-nilai tertentu yang diinginkan bersama. Misalnya, nilai kebaikan, keindahan, kerja sama dan sebagainya. Selanjutnya, dalam mencapai tujuan bersama itu setiap individu (anggota persekutuan) saling berinteraksi atau bekerjasama satu dengan yang lain guna tercapainya tujuan yang ingin dicapai. Akan tetapi serentak pula tak dapat disangkal bahwa melalui kehidupan komunitas kepribadian manusia dapat dibentuk melalui proses sosialisai dan internalisasi. Artinya, melalui nilai-nilai yang dicapai dalam hidup komunitas itu disampaikan kepada setiap individu (anggota persekutuan). Selanjutnya, nilai-nilai itu dijadikan oleh pegangan dalam diri setiap individu.
Dalam hubungan dengan pembentukan manusia untuk hidup secara lebih baik, maka pertanyaan yang patut dikemukakan adalah apakah kehidupan komunitas dapat membentuk manusia untuk hidup secara lebih baik atau lebih bijaksana dan kritis?
Menjawab pertanyaan di atas maka dapat dikatakan bahwa kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia secara lebih baik. Dapat dikatakan demikian karena    pada dasarnya kodrat manusia adalah makhluk sosial. Itu berarti manusia selalu berada bersama dengan sesamanya atau orang lain. Ia tidak berada sendirian, melainkan selalu berada bersama dengan orang lain. Manusia selalu berada dengan orang lain dan membentuk suatu persekutuan yang disebut sebagai komunitas. Mereka membentuk hidup besama karena ada nilai yang ingin dicapai secara bersama. Nilai yang ingin dicapai adalah membentuk hidup secara lebih baik. Nilai hidup secara lebih baik itu dicapai lewat interaksi atau kerja sama setiap individu dalam komunitas. Selanjutnya, setelah mencapai nilai  yang diinginkan itu (membentuk hidup secara lebih baik), kemudian disosialisasikan kepada individu (anggota komunitas) dan selanjutnya individu menjadikan nilai tersebut menjadi pegangan dalam dirinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia secara lebih baik, lewat nilai yang ditemukan dalam kehidupan komunitas itu. Nilai itulah yang membentuk manusia menjadi lebih baik, lebih bijaksana dan kritis dalam hidup.Manusia sebagai mahkluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dapat dikatakan bahwa sejak lahir, dia sudah disebut sebagai mhkluk sosial. Hakekat manusia sebagai mahkluk sosial dan politik akan membentuk hukum, mendirikan kaidah perilaku, serta bekerja sama dalam kelompok yang lebih besar. Dalam perkembangan ini, spesialisasi dan integrasi atau organisasi harus saling membantu . Sebab kemajuan manusia nampaknya akan bersandar kepada kemampuan manusia untuk kerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Kerjasam sosial merupakan merupakan syarat untuk kehidupan yang baik dalam masyarakat yang saling membutuhkan. Kesadaran manusia sebagai mahkluk sosial, justru memberikan rasa tamnggungjawab untuk mengayomi individu yang jauh lebih “lemah” dari pada wujud sosial yang “besar” dan “kuat”. Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu non formal (masyarakat) maupun dalam bentuk-bentuk formal (institusi, negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu.

Agama membantu manusia hidup lebih baik
Arti budaya telah diangkat kembali oleh renesans dengan karakter naturalistik, yaitu budaya dipahami sebagai pembentukan manusia dalam dunianya, yakni sebagai pembentukan yang memperkenankan manusia hidup atas cara yang lebih bijaksana dan lebih sempurna dalam dunia yang adalah dunianya.  Dalam konteks ini, agama mendapat tempat dan peranan penting. Agama dimengerti sebagai unsur integral dari budaya, terutama karena mengajarkan bagaimana hidup dengan baik, hidup dengan bijaksana dan nilai-nilai universal lainnya. Dalam agama terkandung ajaran-ajaran kebijaksanaan (dalam arti tertentu filsafat dipahami sebagai kebijaksanaan) yang dapat mengarahkan manusia kepada hidup yang lebih baik. Dengan demikian, hidup yang lebih baik dalam perspektif filsafat budaya adalah pembentukan kebijaksanaan secara internal dalam diri manusia melalui ajaran-ajaran agama.
Manusia tidak dapat dilepaskan dari agama dalam kehidupannya. Maksudnya adalah bahwa agama menjadi sarana di mana manusia dapat memenuhi keinginannya untuk dapat hidup dengan lebih bijaksana. Dengan kata lain agama membantu manusia untuk dapat hidup lebih baik. Melalui agama manusia dapat menjadi bijaksana untuk mencapai realisasi dirinya yang lengkap sehingga menjadi suatu microcosmos yang sempurna dalam macrocosmos
Setiap agama umumnya mengajarkan kepada para penganut atau pengikutnnya untuk hidup sebagai orang yang saleh, baik di hadapan manusia maupun di hadapan yang ilahi. Dengan demikian agama dapat mengarahkan manusia kepada hidup yang lebih baik. Agama membentuk manusia untuk menjadi lebih baik, lebih bijaksana dengan menanamkan nilai-nilai universal dalam diri manusia itu.
            Agama merupakan obat dari kesulitan dan kekhawatiran yang dihadapi manusia sekurang-kurangnya meringankan manusia dari kesulitan. Agama merupakan pernyataan pengharapan manusia dalam dunia yang besar atau jagat raya, karena ada jalan hidup yang benar yang perlu ditemukan. Agama menjadi suatu lembaga yang bersemangat untuk memperoleh kehidupan yang baik dan merenungkannya sebagai suatu tuntutan hidup. Manusia menjadi penganutnya yang setia terhadap agama karena menurut keyakinanya agama telah memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi hidupnya yang tidak mungkin dapat di uji dengan pengalaman maupun oleh akal seperti halnya menguji kebenaran sains dan filsafat karena agama lebih banyak menyangkut perasaan dan keyakinan. Agama dapat menjadi petunjuk, pegangan serta pedoman hidup bagi manusia dalam menempuh hidupnya dengan harapan penuh keamanan, kedamaian dan kesejahteraan. Manakala manusia menghadapi masalah yang rumit dan berat, maka timbullah kesadarannya, bahwa manusia merupakan mahkluk yang tidak berdaya untuk mengatasinya dan timbulnya kepercayaan dan keyakinan.

Penutup
Filsafat budaya sebagai ilmu tentang kehidupan manusia dapat dimengerti secara lebih sempit dengan ide pembentukan manusia yang lebih baik. Dalam konteks atau kerangka pemikiran itu kelompok berusaha menjelaskan dengan mengungkapkan tiga unsur yang membentuk manusia menjadi lebih baik. Ketiga unsur tersebut antara lain: (1) pengetahuan manusia tentang diri dan dunianya, (2) relasi manusia dalam kehidupan polis atau hidup sosial, dan (3) agama yang mengandung dan mengajarkan nilai-nilai universal yang dapat mengarahkan dan membentuk manusia menjadi lebih baik.
Untuk unsur pertama dan kedua merupakan karakter konstitutif dari arti budaya untuk orang Yunani, yaitu penelitian dan realisasi yang manusia lakukan tentang dirinya sendiri, yakni tentang kodrat manusia yang benar. Pengetahuan manusia tentang dirinya dan dunianya sangat erat hubungannya dengan filsafat. Manusia tidak dapat mewujudkan diri tanpa melalui pengetahuan akan diri sendiri dan akan dunianya. Sementara relasi manusia dalam kehidupan sosial atau kehidupan polis sangat erat hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat. Manusia tidak dapat mewujudkan diri tanpa kehidupan dalam komunitas atau kehidupan polis.
Dan unsur ketiga dijelaskan dalam hubungan dengan diangkat kembali pengertian budaya sebagai pembentukan manusia dalam dunianya yang memperkenankan manusia hidup atas cara yang lebih baik (lebih bijaksana dan kritis) dalam dunianya. Pengertian ini diangkat kembali oleh renesans. Agama dimengerti sebagai unsur integral dari budaya dalam konteks ini. Karena agama mengandung mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan moralitas, yang dapat mengarahkan dan membentuk manusia menjadi lebih baik.
Sumber : Eris Estikaningsih 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar