Menurut
Scott (2003:368-369), manajemen laba adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh
manajemen untuk mencapai tujuan-tujuan spesifik. Manajemen laba dapat dipandang
dari contracting perspective dan financial reporting perspective. Menurut
contracting perspective, manajemen
laba dapat digunakan sebagai jalan untuk melindungi perusahaan dari
kejadian-kejadian yang tidak terduga sebagai konsekuensi atas kontrak yang
tidak lengkap. Sedangkan menurut financial
reporting perspective, manajemen laba dapat digunakan untuk mempengaruhi
nilai pasar saham perusahaan.
Healy
dan Wahlen (1998) berpendapat bahwa manajemen laba timbul ketika manajemen
menggunakan judgment dalam pelaporan
keuangan dan struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan. Sedangkan
Schipper (1989) dalam Monalisa (2014) mengartikan manajemen laba dari sudut
pandang fungsi pelaporan pada pihak eksternal, dalam pengertian bahwa manajemen
melakukan intervensi terhadap proses pelaporan keuangan kepada pihak eksternal
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Meskipun
para peneliti di bidang akuntansi memiliki definisi yang beragam atas manajemen
laba, namun pada dasarnya manajemen laba cenderung mengarah kepada perspektif
oportunis. Scott (2003) menyatakan
bahwa manajemen laba dapat bersifat efisien dan oportunis. Manajemen laba dapat
bersifat efisien apabila terjadinya manajemen laba mampu meningkatkan tingkat
keinformatifan laba dalam mengkomunikasikan informasi privat. Namun manajemen
laba dapat bersifat oportunis ketika manajemen laba diterapkan dengan tujuan
untuk memaksimumkan keuntungan bagi pihak manajemen sendiri.
Faktor-Faktor
Pendorong Manajemen Laba
Menurut
Watts dan Zimmerman (1990) dalam Scott (2003:277-278) menyebutkan bahwa dalam positive accounting theory terdapat tiga
hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba, yakni:
1.
The Bonus Plan
Hypothesis
Dalam kondisi ceteris paribus, manajer di perusahaan
yang memiliki rencana bonus akan memilih metode akuntansi yang dapat menggeser
laba dari periode selanjutnya ke periode sekarang dengan tujuan untuk menaikkan
laba dan mendapatkan bonus. Pergeseran laba ini dilakukan dengan memilih
prinsip akuntansi yang meningkatkan laba periode berjalan.
2.
The Debt Covenant
Hypothesis
Dalam kondisi ceteris paribus, perusahaan yang
memiliki rasio hutang terhadap ekuitas yang tinggi cenderung akan memilih
metode akuntansi yang dapat menaikkan laba. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
perusahaan mengalami pelanggaran kontrak dan untuk menarik minat kreditor dalam
memberikan tambahan dana.
3.
The Political Cost
Hypothesis
Perusahaan yang
memiliki profitabilitas tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen
sehingga memunculkan biaya politik. Perusahaan yang memiliki biaya politik yang
tinggi akan cenderung menurunkan laba untuk mengurangi visibilitasnya. Tindakan
ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah.
Motivasi
Manajemen Laba
Scott
(2003:377-383) menemukan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu:
1.
Bonus Purpose
Manajemen akan
melakukan tindakan oportunistik dengan memanfaatkan kepemilikan informasi
terbaik atas laba untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara mengatur
angka laba bersihnya.
2.
Political motivation
Perusahaan yang
melayani hajat hidup orang banyak menggunakan manajemen laba untuk mengurangi
visibilitasnya agar tidak menimbulkan tekanan publik yang berujung pada
regulasi baru dari pemerintah atau tindakan pemerintah lainnya yang dapat
menurunkan profitabilitas perusahaan tersebut di masa mendatang.
3.
Taxation motivation
Pajak pendapatan
mungkin merupakan motivasi paling nyata bagi manajemen untuk melakukan
manajemen laba. Otoritas perpajakan cenderung memaksakan peraturan akuntansi mereka
dalam menghitung pajak pendapatan dan mengurangi ruang lingkup perusahaan untuk
melakukan manuver. Akibatnya, alasan perpajakan seharusnya tidak menjadi alasan
utama dalam keputusan untuk melakukan manajemen laba.
4.
Pergantian
CEO
CEO yang mendekati masa
pergantian akan cenderung menaikkan laba agar menerima bonus yang lebih besar. Sedangkan
pada perusahaan yang berkinerja buruk, CEO menaikkan laba untuk memaksimalkan
pendapatan agar mereka tidak diberhentikan.
5.
IPO
(Initial Public Offering)
Berdasarkan definisi Initial Public Offering sendiri, perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar. Hal
ini memunculkan pertanyaan bagaimana menilai saham dari perusahaan semacam itu.
Dalam kondisi seperti ini, laporan keuangan dijadikan acuan utama karena
laporan keuangan mengandung informasi akuntansi yang berguna. Akibatnya,
manajer diasumsikan akan menaikkan laba jelang IPO dengan harapan dapat
menaikkan harga saham mereka.
6.
Informasi
kepada investor
Informasi mengenai
kinerja perusahaan akan terus disampaikan kepada investor. Karena kinerja yang
baik salah satunya ditandai oleh laba yang tinggi, manajemen akan meningkatkan
laba untuk menunjukkan bahwa perusahaan berjalan dengan baik sehingga akan
meningkatkan harga saham.
Teknik
Manajemen Laba
Menurut
Worthy (1984) dalam Asyik (2000), teknik untuk melakukan manajemen laba dapat
dibagi menjadi tiga kelompok.
1.
Perubahan
metode akuntansi
Metode akuntansi
memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan
cara yang berbeda. Manajemen dapat mengubah metode akuntansi yang digunakan
dengan tujuan untuk menaikkan atau menurunkan angka laba. Beberapa metode
akuntansi yang mungkin diubah adalah metode depresiasi dan periode depresiasi.
2.
Memainkan
kebijakan perkiraan akuntansi
Terdapat peluang bagi manajemen untuk
melakukan manajemen laba dengan melibatkan subjektivitas dalam menyusun
estimasi, misalnya kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih,
kebijakan mengenai perkiraan biaya garansi, atau kebijakan mengenai perkiraan
terhadap proses pengadilan yang belum terputuskan.
3.
Menggeser
periode biaya atau pendapatan
Dilakukan dengan cara
mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan,
mempercepat atau menunda pengeluaran promosi, mengatur saat penjualan aktiva
tetap, mempercepat atau menunda pengiriman tagihan dari vendor, dan menyusun
investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba.
Pola
Manajemen Laba
Bentuk-bentuk
manajemen laba yang dikemukakan oleh Scott (2003:383-384) adalah:
1.
Taking a bath
Pola ini dilakukan
ketika perusahaan sedang dalam tekanan, misalnya reorganisasi atau pergantian
CEO. Apabila terjadi rugi dalam periode berjalan, manajer akan mengakui beban
periode selanjutnya di periode berjalan atau menunda pendapatan periode berjalan
ke periode selanjutnya sehingga terjadi kerugian drastis di periode berjalan
namun terjadi peningkatan laba yang signifikan di periode selanjutnya.
2.
Meminimumkan
Laba
Pola meminimumkan laba
seringkali dilakukan karena motif politik atau motif meminimumkan pajak.
Manajemen menerapkan pola ini untuk menurunkan visibilitas sehingga profitnya
tidak terlalu tinggi dan tidak menarik perhatian secara politis.
3.
Memaksimumkan
Laba
Pola ini diterapkan dengan dasar dorongan
pemberian bonus atau untuk menghindari pelanggaran kontrak hutang jangka
panjang.
4.
Perataan
Laba (Income Smoothing)
Perusahaan lebih
memilih untuk melaporkan laba yang stabil daripada melaporkan fluktuasi laba
yang terlalu drastis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar