Sabtu, 04 Juli 2015

Manajemen Laba

            Menurut Scott (2003:368-369), manajemen laba adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajemen untuk mencapai tujuan-tujuan spesifik. Manajemen laba dapat dipandang dari contracting perspective dan financial reporting perspective. Menurut contracting perspective, manajemen laba dapat digunakan sebagai jalan untuk melindungi perusahaan dari kejadian-kejadian yang tidak terduga sebagai konsekuensi atas kontrak yang tidak lengkap. Sedangkan menurut financial reporting perspective, manajemen laba dapat digunakan untuk mempengaruhi nilai pasar saham perusahaan.
            Healy dan Wahlen (1998) berpendapat bahwa manajemen laba timbul ketika manajemen menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan. Sedangkan Schipper (1989) dalam Monalisa (2014) mengartikan manajemen laba dari sudut pandang fungsi pelaporan pada pihak eksternal, dalam pengertian bahwa manajemen melakukan intervensi terhadap proses pelaporan keuangan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
            Meskipun para peneliti di bidang akuntansi memiliki definisi yang beragam atas manajemen laba, namun pada dasarnya manajemen laba cenderung mengarah kepada perspektif oportunis. Scott (2003) menyatakan bahwa manajemen laba dapat bersifat efisien dan oportunis. Manajemen laba dapat bersifat efisien apabila terjadinya manajemen laba mampu meningkatkan tingkat keinformatifan laba dalam mengkomunikasikan informasi privat. Namun manajemen laba dapat bersifat oportunis ketika manajemen laba diterapkan dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan bagi pihak manajemen sendiri.

Faktor-Faktor Pendorong Manajemen Laba
            Menurut Watts dan Zimmerman (1990) dalam Scott (2003:277-278) menyebutkan bahwa dalam positive accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba, yakni:
1.      The Bonus Plan Hypothesis
Dalam kondisi ceteris paribus, manajer di perusahaan yang memiliki rencana bonus akan memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari periode selanjutnya ke periode sekarang dengan tujuan untuk menaikkan laba dan mendapatkan bonus. Pergeseran laba ini dilakukan dengan memilih prinsip akuntansi yang meningkatkan laba periode berjalan.
2.      The Debt Covenant Hypothesis
Dalam kondisi ceteris paribus, perusahaan yang memiliki rasio hutang terhadap ekuitas yang tinggi cenderung akan memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba. Hal ini dilakukan untuk mengurangi perusahaan mengalami pelanggaran kontrak dan untuk menarik minat kreditor dalam memberikan tambahan dana.
3.      The Political Cost Hypothesis
Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen sehingga memunculkan biaya politik. Perusahaan yang memiliki biaya politik yang tinggi akan cenderung menurunkan laba untuk mengurangi visibilitasnya. Tindakan ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah.

Motivasi Manajemen Laba
            Scott (2003:377-383) menemukan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu:
1.      Bonus Purpose
Manajemen akan melakukan tindakan oportunistik dengan memanfaatkan kepemilikan informasi terbaik atas laba untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara mengatur angka laba bersihnya.
2.      Political motivation
Perusahaan yang melayani hajat hidup orang banyak menggunakan manajemen laba untuk mengurangi visibilitasnya agar tidak menimbulkan tekanan publik yang berujung pada regulasi baru dari pemerintah atau tindakan pemerintah lainnya yang dapat menurunkan profitabilitas perusahaan tersebut di masa mendatang.
3.      Taxation motivation
Pajak pendapatan mungkin merupakan motivasi paling nyata bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba. Otoritas perpajakan cenderung memaksakan peraturan akuntansi mereka dalam menghitung pajak pendapatan dan mengurangi ruang lingkup perusahaan untuk melakukan manuver. Akibatnya, alasan perpajakan seharusnya tidak menjadi alasan utama dalam keputusan untuk melakukan manajemen laba.
4.      Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pergantian akan cenderung menaikkan laba agar menerima bonus yang lebih besar. Sedangkan pada perusahaan yang berkinerja buruk, CEO menaikkan laba untuk memaksimalkan pendapatan agar mereka tidak diberhentikan.
5.      IPO (Initial Public Offering)
       Berdasarkan definisi Initial Public Offering sendiri, perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar. Hal ini memunculkan pertanyaan bagaimana menilai saham dari perusahaan semacam itu. Dalam kondisi seperti ini, laporan keuangan dijadikan acuan utama karena laporan keuangan mengandung informasi akuntansi yang berguna. Akibatnya, manajer diasumsikan akan menaikkan laba jelang IPO dengan harapan dapat menaikkan harga saham mereka.
6.      Informasi kepada investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan akan terus disampaikan kepada investor. Karena kinerja yang baik salah satunya ditandai oleh laba yang tinggi, manajemen akan meningkatkan laba untuk menunjukkan bahwa perusahaan berjalan dengan baik sehingga akan meningkatkan harga saham.

Teknik Manajemen Laba
            Menurut Worthy (1984) dalam Asyik (2000), teknik untuk melakukan manajemen laba dapat dibagi menjadi tiga kelompok.
1.      Perubahan metode akuntansi
Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda. Manajemen dapat mengubah metode akuntansi yang digunakan dengan tujuan untuk menaikkan atau menurunkan angka laba. Beberapa metode akuntansi yang mungkin diubah adalah metode depresiasi dan periode depresiasi.
2.      Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi
       Terdapat peluang bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba dengan melibatkan subjektivitas dalam menyusun estimasi, misalnya kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih, kebijakan mengenai perkiraan biaya garansi, atau kebijakan mengenai perkiraan terhadap proses pengadilan yang belum terputuskan.
3.      Menggeser periode biaya atau pendapatan
Dilakukan dengan cara mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi, mengatur saat penjualan aktiva tetap, mempercepat atau menunda pengiriman tagihan dari vendor, dan menyusun investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba.

Pola Manajemen Laba
            Bentuk-bentuk manajemen laba yang dikemukakan oleh Scott (2003:383-384) adalah:
1.      Taking a bath
Pola ini dilakukan ketika perusahaan sedang dalam tekanan, misalnya reorganisasi atau pergantian CEO. Apabila terjadi rugi dalam periode berjalan, manajer akan mengakui beban periode selanjutnya di periode berjalan atau menunda pendapatan periode berjalan ke periode selanjutnya sehingga terjadi kerugian drastis di periode berjalan namun terjadi peningkatan laba yang signifikan di periode selanjutnya.
2.      Meminimumkan Laba
Pola meminimumkan laba seringkali dilakukan karena motif politik atau motif meminimumkan pajak. Manajemen menerapkan pola ini untuk menurunkan visibilitas sehingga profitnya tidak terlalu tinggi dan tidak menarik perhatian secara politis.
3.      Memaksimumkan Laba
       Pola ini diterapkan dengan dasar dorongan pemberian bonus atau untuk menghindari pelanggaran kontrak hutang jangka panjang.
4.      Perataan Laba (Income Smoothing)
Perusahaan lebih memilih untuk melaporkan laba yang stabil daripada melaporkan fluktuasi laba yang terlalu drastis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar