Minggu, 19 April 2015

Dasar Hukum Akad Gadai Emas Syariah



Dasar hukum akad gadai emas syariah adalah :
1)             Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
2)             Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
3)             Peraturan Bank Indonesia NOMOR: 10/17/PBI/2008 Tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
4)             Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/7/DPbS Jakarta, 29 Februari 2012 yang ditujukan kepada semuaBank Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia.
Ad. 1.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Pada pasal 1 angka 3 UUPerbankan menyebutkan bahwa Bank Umum adalah Bank yang melaksanakankegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, yang berarti bahwa UU Perbankan memberikan pengakuan bahwa Bank Umum dapat melaksanakan kegiatan usaha baik secara konvensional maupun berdasarkan Prinsip Syariah. Prinsip Syariah menurut Pasal 1 Angka 13 UU Perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan Prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan Prinsip penyertaan modal (musharakah), Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan Prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Ad. 2.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
UU No. 21 Tahun 2008 merupakan pengaturan tersendiri mengenai bank Syariah. Apabila merujuk pada ketentuan Pasal 1 Angka 3 UU Perbankan, bahwa bank umum dalam menjalankan usaha sebagaimana bank konvensional maupun bank dengan Prinsip Syariah. Perbankan Syariah memiliki kekhususan dibandingkan dengan perbankan konvensional. Hal ini berarti bahwa bank konvensional dengan bank Syariah dalam menjalankan usahanya berbeda dan terdapat kekhususan pada bank dengan Prinsip Syariah. Bank Syariah menurut Pasal 1 Angka 7 UU No. 21 Tahun 2008 adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank dengan Prinsip Syariah adalah Prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang Syariah. Hal ini berarti bahwa Prinsip Syariah didasarkan atas fatwa lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang Syariah.
Apabila bank konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat menjalankan usaha berdasarkan perjanjian pemberian kredit didasarkan atas kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal ini penerima kredit, maka dalam perbankan dengan Prinsip Syariah didasarkan atas akad menurut Pasal 1 Angka 13 UU No. 21 Tahun 2008 adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah.
Ad. 3.    Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/17/PBI/2008 Tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
Prinsip Syariah menurut Pasal 1 Angka 4 PBI No. 10/17/PBI/2008 adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. Produk dibedakan antara produk bank dan produk non bank. Produk bank menurut Pasal 1 Angka 5 PBI No. 10/17/PBI/2008 adalah produk yang dikeluarkan Bank baik di sisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank yang sesuai dengan Prinsip Syariah, tidak termasuk produk lembaga keuangan bukan Bank yang dipasarkan oleh Bank sebagai agen pemasaran. Produk non bank menurut Pasal 1 Angka 6 PBI No. 10/17/PBI/2008 adalah produk yang dikeluarkan lembaga keuangan bukan Bank. Bank umum maupun bank dengan Prinsip Syariah jika mengeluarkan produk baru harus melaporkan rencana pengeluaran Produk barn kepada Bank Indonesia. Produk tersebut merupakan produk sebagaimana ditetapkan dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Dalam hal bank akan mengeluarkan produk barn yang tidak termasuk dalam Produk tersebut di atas, maka Bank wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana Pasal 2 PBI No. 10/17/PBI/2008. Laporan rencana pengeluaran Produk baru harus disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum Produk barn dimaksud akan dikeluarkan. Bank Indonesia memberikan penegasan atas laporan paling lambat 15 (lima belas) hari sejak seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap. Bank dilarang mengeluarkan Produk baru dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari, apabila belum memperoleh penegasan tidak keberatan dari Bank Indonesia. Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap, Bank Indonesia tidak memberikan penegasan, maka Bank dapat mengeluarkan Produk baru dimaksud sesuai dengan Pasal 3 PBI No. 10/17/PBI/2008
Ad. 4.    Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/ 7 /DPbS Jakarta, 29 Februari 2012 yang Ditujukan Kepada Semua Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Di Indonesia.
Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, Bank Indonesia mengirimkan Surat Edaran No. 14/ 7 /DPbS Jakarta, 29 Februari 2012, yang ditujukan kepada Semua Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Di Indonesia. Pengiriman surat tersebut ada hubungannya dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896), Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dan dengan dikeluarkannya fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 79/DSN MU1/ 111/2011 tanggal 8 Maret 2011 perihal Qardh dengan Menggunakan Dana Nasabah, serta mempertimbangkan perkembangan produk qardh beragun emas yang semakin pesat yang berpotensi meningkatkan risiko bagi perbankan Syariah, maka perlu dilakukan pengaturan secara khusus mengenai produk qardh beragun emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah adalah memberikan definisi mengenai qardh adalah suatu akad penyaluran dana oleh Bank Syariah atau UUS kepada nasabah sebagai utang piutang dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana tersebut kepada Bank Syariah atau UUS pada waktu yang telah disepakati. Akad qardh terdiri atas 2 (dua) macam yaitu 1) akad qardh yang berdiri sendiri, dengan karakteristik pembiayaan digunakan untuk tujuan sosial dan bukan untuk mendapatkan keuntungan; sumber dana dapat berasal dan bagian modal, keuntungan yang disisihkan, dan/atau zakat, infak, sedekah dan tidak boleh menggunakan dana pihak ketiga; jumlah pinjaman wajib dikembalikan pada waktu yang telah disepakati; tidak boleh dipersyaratkan adanya imbalan dalam bentuk apapun; nasabah dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela selama tidak diperjanjikan dalam akad; dan nasabah dapat dikenakan biaya administrasi. Sedangkan akad qardh yang dilakukan bersamaan dengan transaksi lain yang menggunakan akad-akad mu'awadhah (pertukaran dan dapat bersifat komersial) dalam produk yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, dapat dilakukan antara lain dalam produk rahn emas, pembiayaan pengurusan haji, pengalihan utang, Syariah charge card, Syariah card, dan anjak piutang Syariah pembahasan berikutnya materinya dibatasi akad qardh produk rahn emas. Qardh Beragun Emas adalah salah satu produk yang menggunakan akad qardh dengan agunan berupa emas yang diikat dengan akad rahn, dimana emas yang diagunkan disimpan dan dipelihara oleh Bank Syariah atau UUS selama jangka waktu tertentu dengan membayar biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas emas sebagai objek rahn yang diikat dengan akad ijarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar