Dasar hukum akad gadai emas syariah adalah :
1)
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
2)
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
3)
Peraturan Bank
Indonesia NOMOR: 10/17/PBI/2008 Tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah
4)
Surat Edaran Bank
Indonesia No. 14/7/DPbS Jakarta, 29 Februari 2012 yang ditujukan kepada
semuaBank Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia.
Ad. 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan
Pada pasal 1 angka 3 UUPerbankan menyebutkan bahwa Bank
Umum adalah Bank yang melaksanakankegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran, yang berarti bahwa UU Perbankan memberikan pengakuan bahwa
Bank Umum dapat melaksanakan kegiatan usaha baik secara konvensional maupun
berdasarkan Prinsip Syariah. Prinsip Syariah menurut Pasal 1 Angka 13 UU
Perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan
pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain pembiayaan
berdasarkan Prinsip bagi hasil (mudharabah),
pembiayaan berdasarkan Prinsip penyertaan modal (musharakah), Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang
modal berdasarkan Prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Ad. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
UU No. 21 Tahun 2008 merupakan pengaturan tersendiri
mengenai bank Syariah. Apabila merujuk pada ketentuan Pasal 1 Angka 3 UU
Perbankan, bahwa bank umum dalam menjalankan usaha sebagaimana bank
konvensional maupun bank dengan Prinsip Syariah. Perbankan Syariah memiliki
kekhususan dibandingkan dengan perbankan konvensional. Hal ini berarti bahwa
bank konvensional dengan bank Syariah dalam menjalankan usahanya berbeda dan
terdapat kekhususan pada bank dengan Prinsip Syariah. Bank Syariah menurut
Pasal 1 Angka 7 UU No. 21 Tahun 2008 adalah Bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank
Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank dengan Prinsip Syariah
adalah Prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
Syariah. Hal ini berarti bahwa Prinsip Syariah didasarkan atas fatwa lembaga
yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang Syariah.
Apabila bank konvensional adalah Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas
Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat menjalankan usaha
berdasarkan perjanjian pemberian kredit didasarkan atas kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal ini penerima kredit, maka
dalam perbankan dengan Prinsip Syariah didasarkan atas akad menurut Pasal 1
Angka 13 UU No. 21 Tahun 2008 adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah
atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang memuat adanya hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah.
Ad. 3. Peraturan Bank Indonesia Nomor:
10/17/PBI/2008 Tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
Prinsip Syariah menurut Pasal 1 Angka 4 PBI No.
10/17/PBI/2008 adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional
dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank
Perkreditan Rakyat. Produk dibedakan antara produk bank dan produk non bank.
Produk bank menurut Pasal 1 Angka 5 PBI No. 10/17/PBI/2008 adalah produk yang
dikeluarkan Bank baik di sisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana serta
pelayanan jasa Bank yang sesuai dengan Prinsip Syariah, tidak termasuk produk
lembaga keuangan bukan Bank yang dipasarkan oleh Bank sebagai agen pemasaran.
Produk non bank menurut Pasal 1 Angka 6 PBI No. 10/17/PBI/2008 adalah produk
yang dikeluarkan lembaga keuangan bukan Bank. Bank umum maupun bank dengan
Prinsip Syariah jika mengeluarkan produk baru harus melaporkan rencana
pengeluaran Produk barn kepada Bank Indonesia. Produk tersebut merupakan produk
sebagaimana ditetapkan dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang
diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Dalam hal bank akan
mengeluarkan produk barn yang tidak termasuk dalam Produk tersebut di atas,
maka Bank wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana Pasal 2
PBI No. 10/17/PBI/2008. Laporan rencana pengeluaran Produk baru harus
disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum Produk barn dimaksud
akan dikeluarkan. Bank Indonesia memberikan penegasan atas laporan paling
lambat 15 (lima belas) hari sejak seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen
pelaporan diterima secara lengkap. Bank dilarang mengeluarkan Produk baru dalam
jangka waktu 15 (lima belas) hari, apabila belum memperoleh penegasan tidak
keberatan dari Bank Indonesia. Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari
setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap,
Bank Indonesia tidak memberikan penegasan, maka Bank dapat mengeluarkan Produk
baru dimaksud sesuai dengan Pasal 3 PBI No. 10/17/PBI/2008
Ad. 4. Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/ 7 /DPbS
Jakarta, 29 Februari 2012 yang Ditujukan Kepada Semua Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah Di Indonesia.
Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah, Bank Indonesia mengirimkan Surat Edaran No. 14/ 7 /DPbS Jakarta,
29 Februari 2012, yang ditujukan kepada Semua Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah Di Indonesia. Pengiriman surat tersebut ada hubungannya dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan
Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 137,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896), Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2008 tentang Produk Bank Syariah
dan Unit Usaha Syariah, dan dengan dikeluarkannya fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor 79/DSN MU1/ 111/2011 tanggal 8 Maret 2011 perihal Qardh dengan
Menggunakan Dana Nasabah, serta mempertimbangkan perkembangan produk qardh
beragun emas yang semakin pesat yang berpotensi meningkatkan risiko bagi
perbankan Syariah, maka perlu dilakukan pengaturan secara khusus mengenai
produk qardh beragun emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah adalah
memberikan definisi mengenai qardh adalah suatu akad penyaluran dana oleh Bank
Syariah atau UUS kepada nasabah sebagai utang piutang dengan ketentuan bahwa
nasabah wajib mengembalikan dana tersebut kepada Bank Syariah atau UUS pada
waktu yang telah disepakati. Akad qardh terdiri atas 2 (dua) macam yaitu 1)
akad qardh yang berdiri sendiri, dengan karakteristik pembiayaan digunakan
untuk tujuan sosial dan bukan untuk mendapatkan keuntungan; sumber dana dapat
berasal dan bagian modal, keuntungan yang disisihkan, dan/atau zakat, infak,
sedekah dan tidak boleh menggunakan dana pihak ketiga; jumlah pinjaman wajib
dikembalikan pada waktu yang telah disepakati; tidak boleh dipersyaratkan
adanya imbalan dalam bentuk apapun; nasabah dapat memberikan tambahan
(sumbangan) dengan sukarela selama tidak diperjanjikan dalam akad; dan nasabah
dapat dikenakan biaya administrasi. Sedangkan akad qardh yang dilakukan
bersamaan dengan transaksi lain yang menggunakan akad-akad mu'awadhah
(pertukaran dan dapat bersifat komersial) dalam produk yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan, dapat dilakukan antara lain dalam produk rahn emas, pembiayaan pengurusan haji,
pengalihan utang, Syariah charge card, Syariah card, dan anjak piutang Syariah
pembahasan berikutnya materinya dibatasi akad qardh produk rahn emas. Qardh Beragun Emas adalah salah satu produk yang
menggunakan akad qardh dengan agunan berupa emas yang diikat dengan akad rahn, dimana emas yang diagunkan
disimpan dan dipelihara oleh Bank Syariah atau UUS selama jangka waktu tertentu
dengan membayar biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas emas sebagai objek rahn yang diikat dengan akad ijarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar