Jumat, 24 Juli 2015

Teori Keagenan (Agency Theory)

            Teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang untuk mengambil keputusan kepada agen tersebut. Secara moral, seharusnya manajer yang bertindak sebagai agen melakukan hal-hal yang dapat mengoptimisasi laba untuk shareholders yang bertindak sebagai prinsipal. Namun di sisi lain, agen tentunya memiliki ketertarikan untuk memaksimalkan keuntungan mereka sendiri. Dari sinilah timbul masalah keagenan, yakni ketika manajer cenderung tidak melakukan hal-hal yang mengoptimisasi kepentingan prinsipal. (Jensen dan Meckling, 1976).
            Akibat adanya hubungan keagenan ini, Messer, et al., (2006:7) menyebutkan bahwa ada dua kemungkinan permasalahan yang dapat timbul yakni terjadinya informasi asimetri dan terjadinya konflik kepentingan akibat ketidaksamaan tujuan antara agen dan prinsipal. Dalam upaya meminimalisir masalah yang ditimbulkan oleh hubungan keagenan ini, akan timbul biaya keagenan yang ditanggung baik oleh prinsipal maupun agen. Jensen dan Meckling (1976) telah mengkategorikan biaya agensi menjadi tiga jenis yakni:
1.      The monitoring expenditure, yakni biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku agen dalam mengelola perusahaan.
2.      The bounding expenditure, yakni biaya yang dikeluarkan agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin agar agen tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan prinsipal.
3.      The residual loss, yakni penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen karena adanya hubungan agensi
            Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Claessens dan Fan (2003), terdapat dua jenis masalah keagenan dimana yang pertama adalah masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham. Sedangkan yang kedua adalah masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas (yang di Asia umumnya berperan sebagai manajer) dan pemegang saham minoritas.
            Dengan adanya kesenjangan kepemilikan informasi dan konflik kepentingan yang disebabkan oleh hubungan agensi, laporan keuangan dapat menyesatkan stakeholders karena manajemen memiliki kapabilitas untuk mengotak-atik data yang ada sebelum akhirnya dilaporkan dalam bentuk laporan keuangan. Akibatnya,  laporan keuangan yang diterbitkan dapat menyesatkan investor dan pengguna laporan keuangan lainnya dalam membuat keputusan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar