Teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa
hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan
wewenang untuk mengambil keputusan kepada agen tersebut. Secara moral,
seharusnya manajer yang bertindak sebagai agen melakukan hal-hal yang dapat
mengoptimisasi laba untuk shareholders yang
bertindak sebagai prinsipal. Namun di sisi lain, agen tentunya memiliki
ketertarikan untuk memaksimalkan keuntungan mereka sendiri. Dari sinilah timbul
masalah keagenan, yakni ketika manajer cenderung tidak melakukan hal-hal yang
mengoptimisasi kepentingan prinsipal. (Jensen dan Meckling, 1976).
Akibat
adanya hubungan keagenan ini, Messer, et al., (2006:7) menyebutkan bahwa ada
dua kemungkinan permasalahan yang dapat timbul yakni terjadinya informasi
asimetri dan terjadinya konflik kepentingan akibat ketidaksamaan tujuan antara
agen dan prinsipal. Dalam upaya meminimalisir masalah yang ditimbulkan oleh
hubungan keagenan ini, akan timbul biaya keagenan yang ditanggung baik oleh
prinsipal maupun agen. Jensen dan Meckling (1976) telah mengkategorikan biaya
agensi menjadi tiga jenis yakni:
1.
The monitoring
expenditure, yakni
biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku agen dalam mengelola perusahaan.
2.
The bounding
expenditure, yakni
biaya yang dikeluarkan agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang
menjamin agar agen tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan prinsipal.
3.
The residual loss, yakni penurunan
tingkat utilitas prinsipal maupun
agen karena adanya hubungan agensi
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Claessens dan Fan (2003), terdapat dua jenis masalah keagenan
dimana yang pertama adalah masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham.
Sedangkan yang kedua adalah masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas
(yang di Asia umumnya berperan sebagai manajer) dan pemegang saham minoritas.
Dengan
adanya kesenjangan kepemilikan informasi dan konflik kepentingan yang
disebabkan oleh hubungan agensi, laporan keuangan dapat menyesatkan stakeholders karena manajemen memiliki
kapabilitas untuk mengotak-atik data yang ada sebelum akhirnya dilaporkan dalam
bentuk laporan keuangan. Akibatnya,
laporan keuangan yang diterbitkan dapat menyesatkan investor dan
pengguna laporan keuangan lainnya dalam membuat keputusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar